Indonesia Go Open (and close) Source
Date: 07-01-07 09:09Di mailing-list egov-indonesia@yahoogroups.com ada peserta mengirimkan pesan diawali dengan pernyataan "Kalau kemarin2 Pemerintah kita setengah hati terhadap IGOS, saat ini pemerintah sudah berketetapan hati dengan Microsoft." Pesan ini dipicu oleh tayangan forward berita dari Tempo Interaktif (http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/free/index.html) yang memuat informasi penandatanganan MOU pemerintah Indonesia dengan Microsoft untuk kerjasama pengembangan TIK Indonesia. Saya peribadi menilai artikel tersebut hanya menyorot komitmen Indonesia untuk membayar lisensi Windows dan Office untuk komputer pemerintahan tetapi tidak banyak bicara mengenai keuntungan yang diperoleh Indonesia misalnya dengan pengembangan sofware industrial park dan barangkali sumbangan-sumbangan komputer bekas.
Secara umum banyak komentar di milis yang \"mengutuk\" MOU itu. Kalau memang terkutuk, saya pribadi berpendapat bahwa kesalahan tidak berada di pemerintah tetapi justru pada para da\'i opensource yang gagal karena sangat bolehjadi kurang istikomah atau mulai berpoligami (kalau tidak mau dikatakan berselingkuh).
Di milis itu saya tuliskan:
Buat rekan-rekan pejuang Free and Open Source Software (FOSS), kita harus jujur bahwa perjuangan itu telah gagal. Ibarat berjuang untuk kemerdekaan dari penjajahan Jepang/Belanda atau berjuang menuju era reformasi kita tidak mendapat dukungan dari \"rakyat\" banyak. Saya pribadi merasakan di daerah yang telah dikuasi FOSS banyak penduduk yang merindukan "jaman normal" atau "jaman ordebaru." Ada masalah fundamental lain yang perlu dipecahkan secara berbarengan dengan perjuangan meraih kebebasan berkomputasi. Pada dasarnya GO FOSS berimplikasi meninggalkan tindak kejahatan segala bentuk pembajakan material digital. Artinya, kita harus remove/delete koleksi MP3, mov, dat, jpg, mpeg, ps, pdf, dan semua sistem software yang ilegal. Ini mengingatkan saya di tahun 80-an saat ada kampanye agar teman-teman muslimah mengenakan jilbab. Pakai jilbab bukan masalah busana semata. Paka jilbab lebih berarti meninggalkan dugem, kegiatan lain yang tidak sesuai syariah. Go FOSS bukan masalah mengganti Windows/Office dengan Linux/OpenOffice.org, tapi lebih luas dari itu berarti perjuangan mendidik perilaku jujur dan adil dalam berteknologi informasi. Sebagai ilustrasi, ada perguruan tinggi yang menandatangani Microsoft Campus Agreement 3 tahun untuk melegalkan penggunaan produk Windows dan Office di lingkungan kampus pada PC milik universitas dengan membayar sejumlah dana yang tidak sedikit. Menurut pengamatan saya, penandatangan MSCA ini sama sekali tidak mengurangi jumlah pembajak software di Kampus. Justru MSCA memberi rasa aman pada warga campus untuk terus menggunakan Photoshop, Delphi, Visual Basic, Corel Draw dan produk-produk komersial platform Windows populer lain yang pada umumnya tidak dilisensi. Wassalamualaikum, Bambang Prastowo
Kirim Komentar
4. yayant
memang benar dengan penandatanganan MSCA disejumlah kampus termasuk dimana saya bekerja. pembajakan terhadap software juga gampang terjadi.
08-03-07 01:54
3. prastowo
Komentar Iqbal melalui email:
Menurut saya MOU Pemerintah + Microsoft adalah pelajaran yang sangat berharga bagi dunia Open Source di Indonesia. Kita tidak dapat memungkiri bahwa "masih banyak" pegawai pemerintahan di Indonesia yang memiliki sifat "kurang mau" berubah. Perubahan adalah hal yang sangat tidak disenangi.
Saya terkadang bertanya kepada diri saya sendiri.
-- Apabila saya menjadi pemimpin di sebuah perusahaan dengan ribuan karyawan, apakah saya akan berani memaksakan seluruh karyawan saya untuk bermigrasi ke open source dengan kesuksesan perusahaan sebagai taruhannya.
-- Bagaimana kalau nantinya kegiatan bisnis perusahaan tempat saya bekerja hancur karena menurunnya produktivitas secara signifikan. Kerugian yang ditimbulkan tentunya akan jauh lebih banyak dibandingkan jika saya membeli lisensi windows dan program-program lain yang berjalan di atasnya.
Kita dapat bayangkan apa yang akan terjadi jika proses-proses di pemerintahan terganggu hanya karena kita memaksakan migrasi ke open source secara tergesa-gesa. Bayangkan jika pembuatan KTP, paspor, KITAS, dsb jadi terbengkalai karenanya. Mungkin pada saat itu kita
akan justru menghujat pemerintah karena masalah tersebut.
Komentar saya di atas sama sekali tidak berarti saya mendukung MOU dan anti-opensource. Saya sangat mendukung open source. Hal itulah yang membuat saya dan kawan-kawan memutuskan untuk membangun proyek open source Klorofil. Proyek ini adalah proyek yang 100% didanai oleh Saltanera (perusahaan yang saya dirikan bersama beberapa orang rekan).
Dengan MOU tersebut, saya semakin terpacu untuk mendukung open source secara habis-habisan. Menurut saya (sebagai orang awam) salah satu kunci kesuksesan open source adalah keterlibatan perusahaan-perusahaan (ISV) untuk secara aktif mendukung open source.
Kita perlu melibatkan lebih banyak perusahaan di Indonesia untuk secara aktif mendukung open source. Kita perlu perusahaan-perusahaan yang mau "menyisihkan" sebagian uang, SDM, dan sumber daya lain yang mereka miliki untuk membangun dan mempromosikan software-software berbasis open source.
RedHat, IBM, Sun, Apache SF, CollabNet, KDE e.V. adalah perusahaan-perusahaan (sebagian non-profit) yang berada di balik kesuksesan proyek-proyek besar seperti Fedora Linux, Eclipse, OpenOffice, Apache Project, Tigris Project, dan KDE. Semoga dengan MOU ini, gerakan open source di Indonesia semakin sadar bahwa modal "bambu runcing" saja belumlah memadai untuk perjuangan open source. Gerakan Open Source Indonesia membutuhkan bantuan-bantuan ISV-ISV yang mau berkomitmen memperjuangkan open source sehingga nantinya para calon pengguna dapat lebih mudah untuk bermigrasi dari proprietary ke open source.
Btw, bisakah saya memperoleh e-mail Bapak? Sukses untuk Open Source di Indonesia.
08-01-07 03:45
2. arwan
waduh pak, KPLI sendiri berjuang dengan gerilya, tampaknya FOSS harus dimulai dari SD semenjak mengenal komputer agar terbiasa dengan lingkungan LInux, di UGM sendiri memasyarakatkan linux di lingkungan fakultas yang notabene nya bukan anak2 elektro/komputer sulit karena akses software bajakan sangat mudah, mungkin harus dibuat mata kuliah sistem operasi agar dipaksa mempelajari kernel ataupun process yang berjalan.....
08-01-07 04:41
1. prastowo
Saya membaca 2 artikel yang diforwared dari tempo interaktif tersebut (Sebuah Dongeng tentang IGOSdan Jika Menggunakan Linux…); ternyata setelah saya coba klik sendiri, untuk membaca 2 artikel tersebut memerlukan langganan sebesar 10.000 rupiah/minggu.
07-01-07 09:32
Powered by Waton CMS. Semua tulisan dan image yang ada di homepage ini adalah tanggung jawab Bambang Nurcahyo Prastowo kecuali: (a) diubah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, (b) secara eksplisit disebutkan rujukan sumber luarnya, atau (c) komentar, tanggapan dari pembaca.