Tanaman Budaya Jam Karet

Dua tahun mengikuti rapat-rapat struktural dan berbagai acara di UGM, saya merasakan betul adanya upaya meninggalkan budaya jam karet. RKU selalu mulai tepat waktu. Rapat Pleno Senat Akademik sekarang tidak lagi mengenal skorsing 15 menit. Dulu boleh dibilang selalu terjadi skorsing 15 menit karena pada jam undangan rapat, peserta belum memenuhi quorum. Sekarang budaya ini dihilangkan. Upacara-upacara pelantikan pejabat selalu mulai tepat waktu sesuai jadwal yang tertera di undangan. Saya yakin asal terus istiqomah, budaya tepat waktu ini bisa meluas ke semua level. Di PPTIK, meski awalnya saya sering mulai rapat hanya 2-3 orang, sekarang sudah mulai naik mendekati 8 orang (jumlah anggota rapat) yang hadir pada saat rapat dimulai. Dirumah, ada kejadian yang membuat saya merenung di perjalanan ke kantor. Pagi tadi saya mengikuti "pertengkaran" Aishah (anak sulung saya yang baru masuk SMA 3 Padmanaba Yk.) dengan ibunya. Awalnya sang ibu mengingatkan agar Ais segera berangkat karena sudah jam 6:30. Menurut peraturan tertulisnya, sekolah dimulai jam 6:45. Ais menjawab bahwa sebenarnya sekolah mulai jam 7:00. Ibunya lalu mempertanyakan peraturan yang 6:45 itu. Kata Ais kalau ditulis 7:00 nanti prakteknya akan mulai 7:15. Wah duh... pada anak SMA ini sudah tertanam budaya jam karet.