Pengantar Prastowo: Artikel ini saya ambil atas ijin pak Jazi dari
percakapan di mailing-list. Konteks tulisan adalah sebagai jawaban
atas ilustrasi pak Jazi tentang Roy Suryo yang meskipun banyak
melakukan kesalahan telah memberi warna pada perkembangan TIK di
Indonesia. Berhubung menurut saya cukup enak dibaca, saya masukkan
mail ini sebagai artikel di sini dengan minor editing touch.
ROY SURYO WATCH
Jazi Eko Istiyanto
Mohon maaf saya tidak tertarik denganisi roysuryowatch. Ini bukan karena
Pak Roy dekat dengan SBY. Bukan karena Pak Roy sedang mengerjakan Sistem
Informasi Kepresidenan. Bukan karena Pak Roy Ketua Divisi TI Partai
Demokrat. Bukan karena Pak Roy dipakai Mabes Polri. Bukan karena Mas Roy
sering nongol di Metro TV. Bukan karena Pak Roy minta doa saya ketika
mau mensomasi Chusnul Mariyah. Bukan pula karena saya sering diminta
menggantikan ceramahnya, kalau Pak Roy berhalangan (lumayan....!!). Bukan
karena worldly benefit. Tetapi semata-mata kode etik: "sesama bis kota
dilarang saling mendahului."
Mas Roy sudah melakukan sesuatu untuk masyarakat Indonesia. Kalau ada
yang keliru, kekeliruan itu apakah berakibat fatal? Misalnya, apakah
seperti dokter yang melakukan malpraktek dan berakibat kematian/cacat
pasien? Kalau kita anggap peranannya adalah penyebaran "awareness", jadi
semacam "provokator" agar bangsa Indonesia "IT-literate", peranan Pak Roy
jadi seperti wartawan. Wartawan mana yang tidak punya kesalahan: salah
data, tulisan sudah di"framed" ke suatu opini tertentu, dsb.? Sebagai
"wartawan", Pak Roy tidak menyalahi kode etik profesi, dan sangat sesuai
dengan latar belakang studi formalnya.
Kalau Pak Roy keliru, itu wajar. Karena dia tidak punya (sepengetahuan
saya) pendidikan formal di bidang TI. Dia adalah hobbyist. Sejak SMP
sudah hobby telekomunikasi.
"A thesis must have a FLAW". Bahkan disertasi S3 pasti mengandung
kekurangan, kekeliruan, kelemahan dalam berbagai aspek": metodologi
penelitian, pengambilan kesimpulan, penggunaan ¡§school of thought",
titik awal/pijakan teori, dsb. Kalau disertasi S3 100% benar, bisa
merugikan program S3³ tutup saja karena sudah tidak ada masalah yang
bisa diriset. Dan mahasiswa S3 yang menulis thesis yang 100% benar,
menurut saya, berdosa besar. Karena menghentikan roda riset, menutup
"pintu ijtihad", "serakah", "malak", "ngentek-entekke". Thesis S3,
disertasi S2, skripsi S1 tidak menyelesaikan masalah. Bahkan mereka
bikin masalah-masalah baru.
Justru yang lebih besar "dosa"nya adalah mereka yang merasa lebih tahu
TI tetapi tidak bergerak lebih awal dan lebih cepat dari pada seorang
KRMT Roy Suryo. Roy ends up in wherever he is now. Jazi (and Bambang
Prastowo) end up nowhere [Penyebutan Jazi dan Prastowo hanya
supaya tidak menyinggung orang-orang IT lainnya. Saya dan Pak Prastowo
sudah sejak dulu meyakini. We are nobody .he..he thats why we
are perfect. Lho??? premise mayor: nobody is perfect; premise minor:
He is nobody. Therefore: He is perfect]. Kalau dibalik: those who
desire to be perfect will end up as nobody. Atau nobody thinks
he is perfect [Hanya mereka yang berkualitas "nobody" yang mengira
dirinya "perfect"]
Roysuryowatch, menurut saya, semacam buku yang membahas kekurangan Aa Gym
(KH Abdullah Gymnastiar). Tetapi, masih hanya menurut pendapat seorang
Jazi, penulis buku itu lupa bahwa dia lebih mempunyai banyak kekurangan
dibanding Aa Gym. (paling tidak, mengapa dia tidak seterkenal Aa Gym,
sepopuler Aa Gym, sesukses Aa Gym dengan jaringan bisnis MQ-nya?)
Aa Gym sukses membangun relasi (silaturahmi), menggunakan pendekatan yang
lebih cocok untuk masyarakat Indonesia. Bahkan ada seorang kawan non
muslim yang selalu mendengarkan ceramah Aa Gym di TV, atau merekamnya,
atau membeli kaset/CDnya.
Aa Gym dan Roy Suryo adalah komunikator ulung (tidak ada hubungannya
dengan handphone Nokia......). Mengapa Nabi Musa memerlukan Nabi Harun?
Karena Nabi Harun lebih fasih dari pada Nabi Musa. Padahal Nabi Musa
diutus Allah. Kalau Allah berkehendak, tentu dengan lisan Nabi Musa yang
konon "cedal", Bani Israil diluluhkan hatinya. Tetapi ternyata kehendak
Allah memerlukan sebab-sebab rasional (Tidak mistikseperti sinetron
"religi" di TV).
Nabi Muhammad digelari "The Most Eloquent Arabic Speaker". Konten
komunikasi yang benar (dalam hal ini risalah Al-Qur'¦an) harus
dikomunikasikan dengan benar. (ParaKhatib Jum'¦at kita justru bikin`
ngantuk jamaah...he he)
Para pakar yang merasa lebih tahu TI dibanding Pak Roy, harus belajar
ilmu komunikasi.
Jangan sampai kita menggunakan "mode": Roy menyerobot "lahan" orang
TI. Ini seperti diskusi kita beberapa minggu lalu. Apakah ada sertifikat
"lahan" TI? Apa Roy bisa dikatakan "menyerobot" ketika orang TI pada
"tidur". Apa Malaysia bisa dibilang "menyerobot" pulau-pulau kita,
kalau kita ternyata tidak mengurusi pulau-pulau kita itu? Apakah ada
yang memegang sertifikat tanah tak bertuan?
"Success Skill"?? Saya setuju sekali dimasukkan dalam Kurikulum 2006.
Kita jangan hanya mengajari mahasiswa "content", tanpa harus pula
mengajari mereka "communication". Juga di sisi kualitas, kita jangan
terlalu demanding. Pasti ada trade-off antara "quality" dengan
"yield". Apa gunanya high-quality tetapi low-yield? Apa gunanya
low-quality tetapi high-yield. Perlu kita cari titik komprominya.
High-quality misalnya Mercedes Benz atau Rolls Royce atau Limousine.
Low-quality misalnya mobil niaga bak terbuka. Mana yang sales-nya lebih
tinggi? Apa gunanya kualitas tinggi tetapi tidak laku? Low-quality yang
laku tanpa peningkatan quality juga akan mempunyai market lifecycle
yang pendek.
Saya sedang baca buku The Science of Influence (How to get Anyone to say
YES in 8 minutes or less) karya Kevin Hogan, 2005, John Wiley and Sons.
ISBN 0-471-67051-0. Ternyata banyak trick untuk menjadi dikenal. Salah
satunya adalah bikin kesalahan.
Contohnya: Opick. Apa salahnya Opick? Dia menyebut; Alhamdulillah
wasyukurilah. Seharusnya: Al-hamdu lillah wa al-syukru lillah (baca:
alhamdu-lillah wasy syukru-lillah). Tapi mengapa laku? Masyarakat tidak
begitu tahu bahasa Arab! Dan yang tahu bahasa Arab tidak bisa bikin lagu
seperti Opick.
Contoh lain: 97% mahasiswa Yogya tidak perawan. (Hanya benar untuk
mahasiswi S3 mungkin!!). Atau pie-chart yang isinya: 80% mahasiswa
pernah mengakses homepage porno, 20% mahasiswa adalah para pembohong.
Psikolog mungkin bisa melihat banyak dari kita yang kena
"penyakit psikologis": Tidak berkarya, tetapi kemudian mengkritik orang
yang berkarya. Persis penonton sepakbola. Tidak berkarya, tetapi kemudian
mengklaim bahwa karya orang lain sebetulnya adalah "lahan"nya. Tidak
berkarya, tetapi mengatakan karya orang lain salah. Kita terlalu banyak
"menonton". Kita terdidik menjadi masyarakat "penonton".
Betul, dalam masyarakat ilmiah biasa terjadi kritik-mengkritik. Tetapi
paper dikritik dengan paper, dan dengan cara-cara ilmiah. Mengapa tidak
sejak dulu ada roysuryowatch? Karena pembuatnya baru saja sadar bahwa Roy
Suryo keliru. So does Roy! Berarti ketika itu Pak Roy dan the rest of IT
community sama-sama keliru. Jadi seri. Tidak ada yang salah. Tidak ada
yang benar. Mengapa Pak Roy tidak langsung dikritik ketika itu. Karena
pengkritiknya juga baru belajar. Belum tahu kalau Pak Roy keliru.
Al-Qur'¦an mengajari untuk mendatangkan yang benar sebagai ganti
yang salah. Tidak menjelek-jelekkan yang salah. Air akan secara alamiah
menghilangkan kotoran.......for the scum disappears like forth cast out;
while that which is for the good of mankind remains on earth....(Thunder
(Chapter 13):verse 17)
KESIMPULAN: Roy has done his best at the right time, at the right place,
in the proper quantity. Apa yang dilakukan Pak Roy cocok dengan apa yang
diperlukan masyarakat Indonesia. Kalau masyarakat perlunya baru Toyota
Kijang, mengapa kita menawarkan Mercy kepada mereka?
(In reality: Roy drives a Mercy, Bambang Prastowo drives a Kijang
bertuliskan PPTIK UGM, Jazi is the worst: he drives only a Kijang
too!!
Jazi