Masyarakat Kriptografi Indonesia

Tgl 30-31 April 2005, saya mengikuti konferensi kriptologi dan pengamanan data yang diselenggarakan oleh Lembaga Sandi Negara. Saya terlibat di acara tersebut sejak penggagasan sampai pelaksanaan sebagai salah seorang anggota Komite Programnya. Selain pemaparan hasil-hasil penelitian kriptologi dari berbagai negara kawasan timur (India, Pakistan, Korea, Jepang, Indonesia dan Australia), diselipkan "deklarasi" pembentukan masyarakat pengguna dan pengembang kriptologi di Indonesia. Sebagai satu-satunya yang hadir dari UGM, saya diminta untuk menjadi salah satu deklaratornya. Ada beberapa hal yang saya pelajari dari pengalaman konferensi ini. Salah satunya adalah bahwa bidang ini masih terbuka sangat luas untuk mendapatkan topik-topik penelitian baru. Bila digabung dengan "pengamanan data", kriptologi akan merambah ke aspek-aspek sosial yang tidak akan pernah kering. Yang kedua, dari banyak paparan, arah kriptologi semakin jelas yakni meninggalkan sejauh-jauhnya paradikma "security by obscurity" (pengamanan dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang akan algoritma implementasinya) menuju "security by clarity" (pengamanan dengan mempertunjukkan sejelas-jelasnya algoritma implementasinya). Ibaratnya, kita sekarang sedang menuju era pengamanan rumah dengan memasang lampu seterang-terangnya di semua sudut agar maling dan satpam bisa memeriksa gembok dan tralis dengan seksama. Berbeda dengan jaman pengamanan rumah dengan mematikan lampu. Dalam keadaan gelap, maling kesulitan mencari lubang kelemahan, namun pada saat yang sama satpampun tidak mudah mengenali kehadiran maling. Kualitas tralis dan gembok ditentukan dengan seberapa lama dan seberapa besar biaya bagi maling untuk bisa membukanya (dengan gergaji besi?). Gembok murahan biasanya bisa dibuka dengan tang biasa. Membuka paksa gembok mahal biasanya perlu tang istimewa dan waktu lebih lama. Saya berharap di Jogja bisa terbentuk pula masyarakat pengembang sistem kriptologi dan pengamanan informasi.