Biaya Pendidikan

Bambang Nurcahyo Prastowo Hari Rabu, 26 April 2006, PPTIK UGM mendapat giliran tempat pelaksanaan Rapat Kerja Universitas (RKU) yang dihadiri Pimpinan Universitas dan Pimpinan Fakultas. Pertemuan ini sangat berharga karena tidak mudah mendapatkan waktu bertemu bersama para pimpinan ini. Banyak permasalah pada tingkat universitas yang perlu dibicarakan bersama antar pimpinan unit-unit kerja agar pelaksanaan proses pembalajaran di masa mendapat bisa lebih baik lagi. Pelaksanaan rapat tertanggu oleh orang-orang yang berteriak-teriak di luar ruang dengan pengeras suara. Terlepas dari kepentingan yang hendak dibawa orang-orang ini, saya sangat menyesalkan aktivitas yang mengurangi efektifitas rapat yang sangat diperlukan univeristas tersebut. Karena gangguan ini, praktis rapat tidak bisa dilanjutkan. Setelah rapat ditutup, ternyata orang-orang ini terus berteriak-teriak sambil menutup pintu PPTIK, menghalangi peserta rapat untuk keluar dari gedung PPTIK. Mereka menghalangi para direktur dan dekan kembali ke tempat kerja masing-masing sebagai pembalasan atas tidak diperbolehkannya mereka ikut rapat kerja universitas. Selain mengganggu mobilitas staf PPTIK, suara teriak-teriak ini sungguh mengacaukan konsentrasi kerja saya dan teman-teman staf PPTIK yang lain. Ada beberapa hal menarik dari proses ini, dari kalimat-kalimat yang diteriakkan, saya tidak meyakini mereka adalah mahasiswa UGM. Mahasiswa UGM yang saya kenal tidak pernah menunjukkan bakat sebagai pengganggu. Di antara orang-orang ini ada sekitar 10 mahasiswa yang kemudian berdialog dengan pimpinan universitas. Nampaknya mereka cukup dikenal oleh Pak Chairil jadi mestinya memang mahasiswa UGM. Hasil RKU yang dibacakan pak Edi dengan pengantar Pak Chairil adalah yang berkaitan dengan biaya pendidikan. Masalah Biaya Pendidikan memang rumit. Saya kebetulan diserahi tugas menjadi ketua Yayasan Dian Amaman Yogyakarta yang membawahi SLB Autisma Dian Amanah. Sekolah ini menerima siswa dengan kebutuhan khusus karena kelainan pertumbuhan yang dikenal dengan istilah autisma. Urusan selalu menjadi rumit ketika harus bicara tentang biaya. Pendidikan Autisma memerlukan kegiatan khusus yang melibatkan keperluan satu guru satu murid. Bila biaya terlalu tinggi, orang tua tidak akan sanggup membayar, di sisi lain kalau biaya terlalu rendah, yayasan tidak mampu menggaji guru di atas upah minimum regional, pada hal mereka adalah terapist profesional yang cukup berpengalaman. Dalam banyak pertemuan selalu saya sampaikan bahwa sebagian besar Sekolah Dian Amanah didanai oleh guru-guru dalam bentuk selisih gaji yang mereka terima dan yang semestinya diterimakan. Uang sekolah anak saya Ahmad yang autistik adalah 450 ribu rupiah/bulan atau 2,7 juta rupiah per semester belum termasuk biaya-biaya kegiatan khusus. Bagaimana dengan biaya pendidikan perguruan tinggi? Untuk lulus UGM, katakan optimis 4,5 tahun (9 semester), maka biaya pendidikannya adalah 500 ribu rupiah x 9 semester, plus 144 SKS kali 75 ribu rupiah, plus rata-rata SPMA 5 juta rupiah, plus biaya KKN 1 juta rupiah = 21.3 juta atau kurang lebih 2,37 juta rupiah per semester. Semoga Ahmad cepet besar dan ikut kuliah di UGM. Ada nggak ya yang bersedia menjadi donatur tetap Yayasan Dian Amanah?