Jangan sembarang naik taksi!

Bambang Urcahyo Prastowo Sore itu ada undangan rapat di DIKTI, Jakarta. Saya naik Garuda jam 5 sore dengan harapan bisa sampai tepat waktu saat rapat dimulai jam 19:00. Tidak mudah cari waktu untuk mengumpulkan teman-teman dari UI, ITB, UGM dan ITS untuk membicarakan rencana pengembangan network kampus antar perguruan tinggi di Indonesia. Sesampai di Sukarno Hatta saya mendapat kabar kakak ipar yang tinggal di Cililitan baru saja meninggal dunia. Berita ini cukup mengejutkan mengingat belum lama kami berkumpul menghadi pemakaman ibu. Waktu itu mas Ton baik-baik saja. Langsung saya batalkan tiket pulang pukul 6 paginya. Loket pembatalan ada di bagian keberangkatan lantai 2. Tergesa ingin sampai ke Cililitan, saya ambil taksi yang baru saja turunkan penumpang. Saya tahu ini tidak pada tempatnya; tetapi ketika itu ada rasa aman karena pada kaca taksi tersebut tertempel stiker "Blue Bird Group" yang somehow memberi rasa aman. Yang saya tidak tahu, tindakan itu bisa berlanjut dengan peristiwa mengerikan. Mengetahui ada penumpang naik di tempat yang salah, satpam setempat dengan sigap memberhentikan taksi yang saya tumpangi. Bukannya menghentikan mobil, sopir taksi justru tancap gas. Gilanya, pak satpam berhasil menerobos masuk taksi lewat pintu belakang. Satpam berusaha menghentikan mobil dengan menarik rem tangan. Sopir taksi tidak mau menyerah. Tangan kanan pegag setir, tangan kiri dia dengan kekuatan penuh melindungi rem tersebut. Terjadilah pergumulan seru dalam taksi yang melaju dengan kecepatan tinggi. Melalui HT, satpam memanggil patroli agar segera mengejar taksi nekad tersebut. Dalam keadaan tercekik, masih saja sopir melarikan mobil dengan kecepatan tinggi. Barangkali dia berharap pak satpam melunak karena ketakutan. Saya jelas ketakutan karena beberapa kali mobil hampir menabrak mobil lain atau pun pembatas jalan. Dekat pom bensin di luar bandara, saya lihat ada polisi patroli di tepi jalan. Saya pikir drama segera berakhir; ternyata tidak. Mobil terus melaju dan tidak terlihat ada usaha polisi untuk menghentikannya. Lelah bergumul sambil pegang setir, sopir meminggirkan dan keluar dari mobil. Pergumulan tarik menarik kerah baju dilanjutkan di luar mobil. Setidaknya saya selamat dari kecelakaan. Kemacetan yang ditimbulkan akhirnya menarik perhatian polisi. Terpaksa saya ikut ke kantor polisi karena taksi ditahan. Dari kantor polisi saya diantar patroli satpam bandara ke tempat untuk mendapatkan taksi. Dalam perjalanan ke arah Cililitan, saya mendapat kabar bahwa jenazah diberangkatkan ke Jogja malam itu juga. Khawatir tidak akan bertemu siapa pun, perjalanan dibelokan kembali ke tempat rapat di Hotel Bumikarsa, kompleks Bidakara. Pembatalan pesawat saya batalkan melalui call center. Kata petugas call center, jadwal penerbangan saya sudah OK kembali. Ternyata paginya saya masih harus masuk dalam daftar stand by. Alhamdulillah masih kebagian tempat duduk sehingga siang itu masih bertemu saudara-saudara saat jenazah kakak disemayamkan di rumah Blunyajrejo sebelum berangkat ke Caben, Bantul.