RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi

Bambang Nurcahyo Prastowo Penasaran dengan maraknya pembicaraan tentang RUU APP, saya search ke Google dengan kata kunci RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Kalau dihitung, sebagian besar hasil search menolak disahkannya RUU APP itu. Salah satu temuan http://www.elsam.or.id/weblog.php?id=C0_22_1 langsung dengan tegas menyatakan RUU itu mengekang "Kemerdekaan untuk merayakan keberagaman tradisi budaya serta tradisi relijius." Artikel di blog Herman Saksono http://hermansaksono.blogspot.com/2006/01/ruu-anti-pornografi.html dan boleh dibilang semua komentarnya juga menolak. Penasaran, saya coba cari draft RUU itu ke Internet. Tidak mudah menemukannya. Akhirnya saya dapatkan http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-506%7CP Sebenarnya saya ingin bisa mendapatkan yang lebih netral. Apa boleh buat, meskipun sudah ada imbuhan pengantar JournalPerempuan yang langsung menyatakan: "Bagi kelompok perempuan, RUU tersebut dianggap sangat bermasalah dan mendeskreditkan perempuan," kita bisa sebenarnya mengkritisi pasal demi pasal dari tayangan tersebut. Saya tahu pernyataan "bagi kelompok perempuan..." tersebut tidak mewakili seluruh perempuan karena banyak kelompok perempuan yang mendukung disahkannya RUU tersebut.
[update: saya bisa dapatkan softcopy RUU APP dari www.legalitas.org] Berikut ini komentar saya. Pertama, RUU ini terlalu panjang: 93 pasal. Banyak pasal yang tumpang tindih dan sangat bisa digabung/disederhanakan. Maklum, mungkin karena pendidikan ilmu komputer saya selalu menghendaki adanya "normalisasi" yakni menyederhanakan proses dengan mengumpulkan bagian-bagian yang sama menjadi satu prosedur/fungsi. Kedua, bagi saya, definisi pornografi dan pornoaksi sudah cukup jelas di pasal 1 ayat 1 dan 2: 1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika. 2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum. Ketiga, pembuat RUU ini cukup berhati-hati dalam mendefinisikan pornografi. Kata perempuan muncul sekali di penjelasan umum (dalam konteks korban kekerasan), dan sekali di penjelasan pasal 4 (yang mengkategorikan payudara perempuan sebagai bagian tubuh tertentu yang sensual). Keempat, BAB III PENGECUALIAN dan PERIZINAN memuat penjelasan tempat tempat barang pornografi ada gunanya selain eksploitasi seksual/percabulan/erotika yakni keilmuan, kesehatan, budaya kesukuan, seni di tempat khusus seni, dan olahraga di tempat khusus olahraga. Kelima, saya termasuk orang yang punya ketertarikan untuk mendapatkan barang pornografi. Norma agama mencegah saya untuk memperturutkan kecenderungan itu. Bila disahkan, UU APP akan meringankan kehidupan saya sehari-hari. Saya mendukung pengasahan UU APP.