Boikot Produk Sponsor Acara Vulgar di TV

Bambang Prastowo

Saat ini tayangan TV semakin penuh dengan adegan kekerasan dan buka-buka. Hampir semua stasiun menayangkan acara perkelahian mulai dari tinju yang paling lunak, sampai ke perkelahian bebas. Bagian-bagian tubuh yang mayoritas penduduk Indonesia akan menyembunyikannya saat berada di tempat umum, dimunculkan dalam banyak tayangan sinetron dan serial. Menurut perhitungan saya tidak akan banyak yang menyangkal bahwa bahwa tayangan kekerasan dan erotis punya dampak negatif pada segmen penonton tertentu. Pada umumnya pengusaha media massa akan menyerahkan pada "kebijaksanaan" individu elemen masyarakat untuk menentukan sendiri perlu tidaknya menonton tayangan tertentu.

Teorinya, bila memang tidak baik, tidak akan ada yang menonton jenis tayangan yang dipersoalkan; itu berarti tayangan tersebut akan mati dengan sendirinya, tidak perlu ada regulasi. Saya berpendapat bahwa pada dasarnya masyarakat belum cukup kuat untuk menghindari godaan menonton tayangan kekerasan dan erotis. Justru pengusaha media massa lah yang punya kewajiban mendidik selera masyarakat untuk menghindari kekerasan, perselingkuhan dan sebagainya. Teori yang disampaikan manggala penataran P4 bahwa bangsa Indonesi punya watak dasar berbudi luhur justru dinegasikan oleh kenyataan diperlukannya pendidikan moral dan penataran P4 itu sendiri.

Bangsa Indonesia punya watak dasar kekerasan. Kita bisa saksikan upacara pernikahan di banyak suku bangsa, sang pengantin menyandang senjata. Banyak tari-tarian daerah yang memperagakan peperangan. Coba amati watak asli bangsa di antrian karcis stasiun kereta, di kakilima tempat banyak orang samasekali tidak menghormati hak pejalan kali. Ikuti berita kekerasan dari anggota masyarakat "normal" pada pelaku pencurian yang tertangkap. Masih ingat saat awal krisis saat harga bahan pokok melonjak dua tiga kali lipat? Masyarakat menengah ke atas melakukan hunting untuk memborong sembako ke kios-kios kecil yang belum tahu perubahan harga. Aksi borong semacam ini punya andil besar dalam mematikan pengelola kios-kios tersebut sementara sang pemborong kelihatannya tetap melanjutkan kehidupannya bak tidak ada masalah. Itulah watak dasar bangsa Indonesia yang perlu diperbaiki. Sebagai lembaga yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, media massa sudah semestinya ambil bagian dalam pendidikan moral bangsa.

Sementara ini saya merasa faktor "rating" merupakan penentu utama pemilihan jenis dan isi tayangan televisi. Idealnya, kita yang tidak menyetujui tayangan vulgar di tv bisa melakukan kampanye boikot nonton acara vulgar untuk menurunkan rating tayangan yang bersangkutan. Dalam kenyataan, menurut perhitungan saya, mental dan moral kita sendiri mungkin belum cukup kuat untuk menahan godaan nonton tayangan seronok. Untuk tahap awal, memboikot produk sponsor tayangan kelihatannya lebih mudah dilakukan dibanding boikot nonton tayangan itu sendiri. Kita beruntung punya banyak pilihan. Jika anda tidak menyetujui tayangan acara tertentu, catat sponsornya dan hindarilah membeli produk sponsor tersebut.