Benturan Protokol Kesehatan Menghadapi Covid-19 dan Sholat Berjamaah

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Benturan Protokol Kesehatan Menghadapi Covid-19 dan Sholat Berjamaah

Date: 20-06-21 05:57

Benturan ketentuan sholat berjamaah dengan protokol kesehatan menghadapi pandemi perlu kita pikirkan bersama. Virus adalah mahluq ghaib, tidak bisa terlihat langsung dengan pancaindra. Kita hanya bisa memahami keberadaannya dengan mempelajari gejala-gejalanya dengan ilmu yang masih terus berkembang dan sesekali berubah.

Karena baru saja kita temui, sunatullah dari virus sars-cov2 (nama virus yang diberikan who pada penyebab penyakit covid-19) belum banyak diketahui dibanding malaria atau demamberdarah. Masing-masing kita masih punya pemahaman yang berbeda-beda cara menghadapinya. Kita harus bersungguh-sungguh saling belajar, tidak saling menyalahkan, sambil berdoa agar Allah membuka pikiran kita ke arah pemahaman yang benar.

Setelah hampir satu setengah tahun, kita mulai bisa mengenali beberapa watak dari virus sars-cov2. Ada dua kunci pemahaman yang saya dapatkan dari pemberitaan selama ini:

  1. Covid-19 mudah menular dengan faktor-faktor yang menyebabkan kemungkinan virus hidup berpindah dari satu orang ke orang yang lain: kerumunan, sirkulasi udara dan waktu bersamaan dengan orang lain.
  2. Masing-masing orang punya daya tahan berbeda terhadap paparan virus sars-cov2. Ada yang tetap sehat, ada yang menjadi sakit dan kemudian sembuh ada yang menjadi sakit dan kemudian meninggal. Bila mendapat perawatan yang baik, mereka yang sakit berat punya peluang sembuh lebih besar dari yang tidak dirawat.

Dengan prinsip kehati-hatian, mereka yang pakai masker, jaga jarak dan menghindari berlama-lama dengan orang lain di ruang tertutup Alhamdulillah pada umumnya tidak tertular. Namun bisa saja ini berlebihan karena sangat banyak aktivitas sosial dan perekonomian terpangkas.
Masyarakat kita termasuk pemberani, banyak pengendara sepeda motor yang tidak merasa perlu melindungi kepala dengan helm; memakainya hanya bila perlu untuk memenuhi syarat yang diwajibkan polisi. Nyatanya sedikit saja yang meninggal karena tidak pakai helm.

Secara prosentase, mereka yang meninggal karena covid-19 relatif tidak banyak. Jumlahnya tidak sebanding dengan kebahagiaan kumpul-kumpul kondangan, joged-goged bersama pakai kostum aneh-aneh dan rame-rame memperingati hari kelahiran organisasi persatuan sepakbola.
Yang tidak dirasakan banyak orang adalah mudahnya penularan covid-19 mengakibatkan jumlah orang sakit yang memerlukan perawatan meningkat lebih banyak dari kapasitas fasilitas kesehatan yang tersedia.

Dalam beragama, orang bisa memiliki pemahaman mengikuti Sunnah sholat berjamaah berapat-rapat itu utama dihadapan Allah, resiko meninggal tertular penyakit akan terbayar dengan surga. Orang lain bisa memahami bahwa mengambil tindakan berhati-hati mencegah penularan merupakan kewajiban sebagai khalifatullah fil ardh menyelamatkan nyawa sesama manusia.
Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al Maidah: 32)


Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik 51C3 di