Mesin Presensi bukan Kunci Pintu Besi

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Mesin Presensi bukan Kunci Pintu Besi

Date: 18-10-07 08:57

Beberapa tahun terakhir di lingkungan kampus UGM banyak dipasang mesin presensi berbasis komputer. Alasannya sederhana karena di UGM diberlakukan insentif berbasis kehadiran. Ada 2 macam: kehadiran kapan saja dan kehadiran tepat waktu dalam batas jam masuk dan jam pulang tertentu. Kehadiran kapan saja mendapat insentif Rp. 10.000,--/hari sedangkan kehadiran tepat waktu mendapat tambahan Rp. 5000,--.

Mesin presensi terbanyak yang dipasang adalah mesin berbasis sidik jari. Dengan mesin ini teman-teman pendidik dan kependidikan di UGM tentu lah harus menyempatkan diri setor jempol ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan jam kedatangan dan jam kepulangan. Ada beberapa hal muncul dari sistem ini. Di beberapa tempat, akurasi mesin menurun dengan meningkatnya jumlah jempol yang masuk basis data. Pada saat sistem hanya diberlakukan untuk tenaga kependidikan, kesalahan pencatatan kehadiran ditimpakan pada user yang dikatakan tidak becus mengoperasikan mesin presensi. Saat tenaga pendidik juga perlu setor jempol, mesin lah yang dipersalahkan. Di MIPA UGM, fakultas induk saya, ada istilah pegawai 704; itu artinya hadir jam 7 dan jam 4 serta tidak hadir diantaranya.

Di PPTIK UGM, mesin presensi menggunakan barcode reader biasa. Ada beberapa hal yang mengapa tidak digunakan mesin pengenal sidik jari.

  1. Harga barcode reader relatif lebih murah. Ini tidak sepenuhnya benar. Harga barcode reader yang mampu membaca data dalam berbagai posisi harganya mahal juga.
  2. Ini yang lebih utama, karena yang dibaca adalah barcode di kartu pengenal, maka otomatis pegawai akan merawat kartu itu dengan baik. Ketentuan setiap pegawai harus mengenakan kartu pengenal pada jam kerja tidak disikapi dengan rasa berat.
  3. Sistem presensi dengan barcode reader mudah dibuat dan dikembangkan untuk menayangkan status kehadiran tiak pegawai melalui sistem web. Karena statusnya terpampang, jarang-jarang ada yang berani ke luar kantor pada jam kerja tanpa mencatatkan diri status keluarnya. Teguran (Surat Peringatan/SP) otomatis dijatuhkan apabila status kehadiran "ada" tetapi yang bersangkutan tidak bisa ditemukan di kantor.
  4. Karena mudah, maka modul kegiatan presensi dapat ditempelkan di sistem kepegawaian secara universal.

Tentu saja banyak plus minusnya menggunakan biometric dibanding kartu untuk kepentingan mesin presensi. Untuk sementara, jika fungsinya hanya untuk menghitung insentif, menurut hemat saya penggunaan biometrik membawa resiko teknis (kurang akurat) dan non teknis (manajemen terkesan tidak memberi kepercayaan pada staf) yang tidak sebanding dengan keperluannya.


Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik 4EDF di
  • 4. indra

    mesin presensi yang bagus ya hanya yang pakai sidik jari kalo kartu kan masih bisa nitip

    08-05-10 09:00
  • 3. prastowo

    Artikelnya mana?

    19-11-07 09:20
  • 2. toni

    saya sudah menemukan jawabannya di artikel identitas biometrik. trims banyak

    18-11-07 10:41
  • 1. toni

    pak prastowo, bagaimana penjelasan rinci tentang resiko teknis kurang akuratnya teknik biometrik. Apakah meningkatnya jumlah jempol yang masuk basis data membuat software bingung membedakan jempol satu dengan lainnya? Atau apakah memang teknologi pengenalan identitas citra biometrik masih kurang canggih, sehingga akan sering terjadi jempol yang tidak dikenali, atau bahkan jempol akan salah dikenali sebagai identitas orang lain? Terimakasih pak prastowo.

    18-11-07 10:26