Usulan ATIKI: pay per use

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Usulan ATIKI: pay per use

Date: 09-01-07 03:44
Pada suatu sidang pelaksana detiknas, dibahas usulan (saya tekankan ini USULAN) Arsitektur TIK Indonesia yang berbasis konsep shared service structure. Kosep ini pada dasarnya menswastakan semua layanan TIK yang digunakan di pemerintahaan (yang bisa saja diperluas ke sektor private). Investasi layanan TIK dilakukan sepenuhnya oleh swasta; pemerintah membayarnya dengan pola pay per use.

Pada arsitektur ini pemerintah/kelompok pemerintah, lembaga-lembaga, mengajukan request for proposal yang memuat ketentuan regulasi perundang-undangan tentang objek yang diegovkan. Pihak swasta menyambutnya dengan mengajukan proposal model pelaksanaan layanan dan biaya yang bakal dikenakan pada setiap transaksi yang terjadi pada penggunaan layanan. Pemerintah akan memilih vendor yang dianggap paling menguntungkan (layanan baik, harga murah). Jika peraturan perundang-undangannya sudah sangat jelas (algoritmis) maka cukup lah pemilihan ditentukan oleh harga terendah.

Implementasi model ini sedikit banyak sudah saya lihat di penyelenggaraan seleksi siswa baru untuk sekolah tingkat SMA. Di Jogja, dinas menyewa servis seleksi siswa ini dari suatu perusahaan swasta. Kerja dinas hanya memasukkan data sekolah dan kapasitas penerimaan. Masyarakat, melalui sistem yang disewakan ini bisa access ke sistem untuk mengisikan biodata, nilai-nilai dan beberapa pilihan sma dengan prioritas. Sistem mengumpulkan data, sorting nilai dan plotting siapa bakal masuk ke mana. Jaminan fairness sistem ditunjukkan dengan tayangan rangking nilai by name. Konon sistem ini sudah plug and play di daerah-daerah lain juga.

Sistem seleksi siswa baru ini menurut pengamatan saya mendapatkan kesuksesannya dari regulasi yang sudah jelas dan relatif tidak ada variasi dari daerah ke daerah; hal yang sama sudah dinikmati dunia perbankan, asuransi dan pasar modal. Bagaimana pendapat teman-teman tentang konsep ini? Bayangkan kesuksesan yang bisa diraih untuk sistem KTP, SIM, bahkan sampai ke internal sistem keuangan, penggajian, kepegawaian dsb.

Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik 0E2D di
  • 4. prastowo

    Secara tidak sadar kita telah menggunakan jasa dengan model pendanaan pay per use pada penggunaan teknologi komunikasi. Dunia perbankan saat ini mulai mengandalkan profit dari layanan jasa keuangan dengan pola pay per transaction. Pertanyaannya adalah apakah pola itu bisa berlaku untuk segala macam jasa layanan TIK? Ini yang perlu diteliti.

    18-01-07 07:50
  • 3. igo

    Konsep Arsitektur TIK Indonesia dengan Konsep Pay per Use-nya boleh jadi menguntungkan dari sisi bisnis, namun perlu diteliti lebih lanjut apakah memang menguntungkan dari sisi Investasi.
    Proses bisnis Perguruan Tinggi sangat berbeda dengan bisnis retail, manufaktur dan lainnya. Namun perlu disadari juga bahwa dilematisnya SDM yang concern terhadap kebutuhan Sistem Informasi di Perguruan Tinggi sangat terbatas, sebab corebisnis dari perguruan tinggi memang berbeda.
    Senada dengan yang dikatakan Hari perlu juga mempertimbangkan masalah birokrasi, jangan sampai ketika sudah menjalin rekanan dengan pihak lain justru pihak Perguruan Tinggi tidak dapat mensupport secara profesional.

    17-01-07 09:52
  • 2. Hari S.noegroho

    Sebagai usulan konsep Arsitektur TIK Indonesia harus mampu menjangkau kebutuhan masyarakat, bukan hanya sebagian dari kebutuhan masyarakat.
    Konsep Pay per Use effektf pada area terbatas, konsep sejenis pada area perbankan pernah diperkenalkan dan dikenal sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia (API), ternyata masih sulit di terapkan di perbankan karena alasan keamanan dan kerahasiaan informasi. Sistem pengamanan informasi yang harus ada di tangan pengguna belum bisa berjalan baik di indonesia dengan alasan pengetahuan pengguna yang belum memadai.
    Secara umum arsitektur ini lebih mudah diterapkan di swasta,karena banyak pemborosan swasta akibat tidak adanya penggunaan sarana teknologi bersama, contoh jelas pada tumpang tindih BTS sehingga tower BTS bertebaran milik masing masing provider, dengan konsep ATIKI maka tidak perlu pasang antena BTS banyak di satu area, karena dengan penggunaan sarana bersama dapat dihemat devisa untuk investasi yang tidak perlu.
    Hal lain yang saya ketahui dalam mengikuti pertemuan Dewan TIKNas tersebut, yaitu konsep ATIKI di tujukan juga untuk menghindari hambatan birokrasi pemerintah, sebagai akibat sistem anggaran negara yang terlalu project oriented dan tidak mensupport kebutuhan investasi dan operasi layanan publik. Namun menurut saya konsep ATIKI hanya dapat diterapkan pada pemerintahan bersamaan dengan perubahan sistem keuangan.
    Hal lain yang perlu dilakukan agar konsep ATIKI bisa diterapkan, pemerintah harus menjalankan sistem multi entitas antar lembaga negara, tidak lagi ada informasi penduduk yang disimpan polisi untuk menunjang sistem informasi STNK, sistem STNK harus direlasikan dengan SIN yang dikelola pemerintah daerah atau DDN.
    Dari kebutuhan tersebut ada berita baik dengan penegasan pemilik informasi dalam pemerintahan, yang berarti pemerintah siap menuju terapan sistem multi entity. Bila hal tersebut terjadi dan sistem keuangan juga disesuaikan maka saya yakin ATIKI dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan masing masing sektor (termasuk bila perlu jaminan keamanan maka proses layanan jasa dilaksanakan oleh Badan Pemerintah.
    Semoga bermanfaat

    11-01-07 05:20
  • 1. mardhani

    seide dengan pak prast, konsep ini pernah saya lontarkan untuk accounting shared service, dimana perusahaan yg tidak mempunyai sumber daya akuntansi yang baik bisa menggunakan service accounting termasuk knowledge dialamnya. hmm perlu realisasikan bentuk usahanya pak... refti re-born??

    11-01-07 04:04