Melting Pot atau Mozaic?

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Melting Pot atau Mozaic?

Date: 02-06-17 10:59
Amerika menyikapi kebhinekaan mereka dengan konsep \"melting pot\". Dari bangsa mana pun kalau sudah menjadi warga Amerika mesti melebur dalam satu kultur Amerika. Mereka menggunakan pola United States. Ada otonomi daerah yang sangat luas tapi semua united di pemerintah federal. Ke bhinnekaan mereka tertampung dan melebur di sistem pemerintah daerah. Kita bisa mengamati perbedaan preferensi politik dari penduduk pesisir dan penduduk pegunungan misalnya. Sebagai catatan, sekarang presidennya didukung dari partai yang banyak dianut orang pegunungan.

Kanada menyikapi kebhinekaan dengan menganut filosofi mozaic, kepingan-kepingan kaca warna-warni dengan berbagai ukuran besar kecil yang tersusun membentuk lukisan utuh yang indah. Warna kepingan-kepingan bisa sangat kontras dan bersanding satu sama lain dengan pembatas dan sekaligus perekat timah yang kuat. Saya mengamati komunitas umat beragama di Kanada bisa \"rukun\" dengan komunitas gay dalam konteks sesama warga negara tanpa intervensi kegiatan satu sama lain. Yang biru tetap biru, yang kuning tetap kuning. Apabila ada sebagian komunitas biru yang agak-agak kuning, mereka bisa membentuk komunitas hijau, campuran biru-kuning yang berdiri sendiri terpisah dari biru dan kuning.

Indonesia menganur konsep bhinneka tunggal ika yang bisa saja kombinasi dari melting pot dan mozaic atau berbeda sama sekali dengan kedua filosofi itu, tapi jangan lah menjadi melting mozaic.

Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik A6B2 di