Bambang Nurcahyo Prastowo

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat
Prastowo: Rancangan Undang-Undang Transaksi Elektronik
Date: 13-02-07 07:34
RUU ITE sampai sekarang belum bisa disahkan karena dinilai banyak potensi masalah di dalamnya (baca file-file terkait di sini). Mohon komentar teman-teman mengenai permasalahan terkait. Adanya undang-undang ini penting mengingat semakin tingginya kesadaran pelaku teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia akan pentingnya tatakelola yang baik. Salah satu aspek tatakelola adalah adalah sifat kemudahan audit. Sementara itu, kegiatan audit sangat bergantung pada keberadaan perundang-undangan.

Update: RUU sudah menjadi UU. Baca UU ITE No.11 2008.


Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik FDA9 di
  • 80. Sona

    thanks infonya

    15-03-18 08:56
  • 79. sona

    thanks infonya

    24-03-17 04:55
  • 78. ovenk roll

    pa tolong minta sumber informasi dari pendapat para ahli tentang prasyarat bentuk kerjasama dan minta data kinerja kerjasama yang baik antar daerah indikasinya apa saja.terima kasih

    15-01-09 05:12
  • 77. ogan

    bigi ogan cm st.jangan sling menyalakan,to pada inti gm stu pengin semua bersatu

    23-06-08 04:04
  • 76. Ronny

    Tulisan tentang seputar UU ITE dan cybercrime sudah termuat di : www.ronny-hukum.blogspot.com

    25-05-08 08:00
  • 75. Ronny

    From : Ronny, M.Kom, M.H
    Hp : 08124239327
    e-mail : ronny_wuisan@yahoo.com

    TANGGAPAN TERHADAP ULASAN KELEMAHAN
    UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
    pada : http://www.isocid.net/kelemahanuuite.pdf


    Pada tulisan ini, saya akan menanggapi beberapa pandangan pada ulasan kelemahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dari Asosiasi Internet Indonesia yang diwakili oleh Irwan Effendi

    Pertama :
    Harapan tertuju kepada para praktisi, akademisi, organisasi di bidang Teknologi Informasi, Hukum dan bidang lainnya yang berkepentingan dengan UU ITE untuk memberikan saran dan pemikiran seperti yang telah disampaikan oleh Asosiasi Internet Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan kualitas UU ITE sehingga UU ITE dapat menjadi payung hukum Informasi dan Transaksi Elektronik dan memajukan kehidupan bangsa.

    Kedua :
    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa ”UU ITE waktu masih berupa RUU relatif tidak disosialisasikan kepada masyarakat dan penyusunannya masih dipercayakan di kalangan yang amat terbatas, serta peresmiannya dilakukan dengan tanpa terlebih dahulu melibatkan secara meluas komunitas yang akan diatur olehnya”.

    Saya berpendapat, Depkominfo, DPR, dan instansi terkait sudah melakukan sosialisasi di beberapa kota di Indonesia, dan sudah menggunakan teknologi informasi untuk sarana sosialisasi melalui internet, apalagi RUU ITE sudah lama digulirkan sekitar 4 thn yang lalu dan saya sendiri sering memberikan masukan kepada DPR dan Depkominfo. Jika memang masih ada kekurangan UU ITE, mari kita bersama-sama memberikan input positif.

    Ketiga :
    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa : ”Definisi Informasi Elektronik menggambarkan tampilan, bukan data”.

    Saya berpendapat bahwa definisi Informasi Elektronik pada pasal 1 sudah benar. Jadi, yang dimaksudkan Informasi Elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan makna/arti. Wujud/Tampilan diantaranya berupa Tulisan, Suara, Foto.

    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa ”Sebuah data elektronik hanyalah kumpulan dari bit-bit digital, yang mana setiap bit digital”.

    Saya berpendapat bahwa definisi itu dapat dibenarkan jika yang dijelaskan adalah definisi Data Elektronik. Sedangkan pada pasal 1 yang dijelaskan definisi Informasi Elektronik, bukan Data Elektronik.

    Keempat :
    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa ’Pada definisi Dokumen Elektronik, bahkan ditemukan suatu keanehan dengan membandingkan antara analog, digital dengan elektromagnetik, optikal, seakan-akan antara analog dan elektromagnetik adalah dua bentuk yang merupakan pilihan “ini atau itu” ’.

    Saya berpendapat bahwa definisi Dokumen Elektronik pada Pasal 1 tidak aneh. Yang dimaksudkan pasal 1 untuk definisi Dokumen Elektronik bukan untuk membandingkan tapi menyatakan bentuk pengiriman informasi elektronik, bentuk penyimpanan informasi elektronik, yakni dapat berupa analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya. Jadi, ”Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya” sesuai isi pasal 1 tentang Dokumen Elektronik.

    Kelima :
    Definisi baru yang diusulkan oleh Asosiasi Internet Indonesia yaitu : ”Tampilan Elektronik adalah hasil pengolahan Dokumen Elektronik yang ditampilkan dalam suatu bentuk tertentu, dengan menggunakan Sistem Elektronik tertentu dan menjalankan suatu prosedur pengolahan tertentu”.

    Menurut pendapat saya, definisi itu tidak perlu dan definisi itu salah kaprah. Yang dimaksud tampilan elektronik yakni wujud dari data elektronik diantaranya berupa tulisan, gambar, suara, Dan ini sudah termuat pada Definisi Informasi Elektronik di pasal 1.

    Keenam :
    Asosiasi Internet Indonesia menyinggung Pasal 8 ayat 2 : ” Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak”

    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa :” Tampaknya ayat ini dibuat dengan logika berbeda dengan ayat 1 dalam pasal yang sama, dimana ayat 1 telah dengan benar menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan, pada ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu account e-mail yang berada di Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan sebagai suatu Sistem Elektronik di bawah kendali karena yang dikendalikan oleh Penerima hanyalah bentuk virtualisasinya.”

    Saya berpendapat bahwa Pasal 8 ayat 2 sudah benar bahwa Sistem Elektronik harus di bawah kendali penerima, karena penerima lah yang menerima informasi elektronik yang dikirim oleh pengirim. Bisa Anda bayangkan bagaimana ketika Informasi Elektronik berada di luar kendali penerima? Tentu ini transaksi elektronik yang tidak sah. Suatu account e-mail yang berada di Yahoo atau Hotmail misalnya dapat dikatakan sebagai suatu Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima. Jangan lupa penerima yang mengakses e-mail pada yahoo pasti menggunakan sistem elektronik, yakni seperangkat komputer yang terhubung ke internet dan mengakses yahoo atau hotmal, dan memasukkan data berupa user name dan password di bawah kendali penerima.

    Ketujuh :
    Asosiasi Internet Indonesia menyinggung Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3:

    (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik

    Asosiasi Internet Indonesia berpendapat bahwa ”Ayat 3 mengatakan bahwa ayat 2 tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa. Keadaan memaksa? Kalau kita bicara soal komputer maka keadaan memaksa ini bisa berarti apa saja mulai dari gangguan listrik, kerusakan komputer, terkena virus, dan sebagainya yang pada intinya gangguan apapun dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa; lantas untuk apa ayat 2 itu dibuat?”

    Saya berpendapat bahwa Pasal 15 ayat 3 jelas yang dimaksudkan adalah keadaan memaksa, kesalahan, dan.atau kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengguna Sistem Elektronik. Sebagai contoh, password yang digunakan oleh pengguna Sistem Elektronik untuk mengakses suatu software dalam suatu jaringan elektronik, secara sengaja diberitahukan kepada orang lain yang ternyata berniat jahat. Kesalahan ini tentu tidak menjadi tanggungjawab penyelenggara Sistem Elektronik. Jadi hubungan antara pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 adalah menyatakan batasan tanggungjawab antara Penyelenggara Sistem Elektronik dan Pengguna Sistem Elektronik.

    Kedelapan :
    Saya berpendapat bahwa ketika batasan informasi elektronik tentang kesusilaan, perjudian masih kabur, sebaiknya saran yang bijaksana adalah perlunya PP yang lebih mempertegas batasan tentang informasi elektronik kesusilaan, perjudian sehingga pasal 27 ayat 1 dan ayat 2 dapat diterapkan secara efektif. Saya tidak setuju dengan Asosiasi Internet Indonesia yang mengusulkan untuk menghapus pasal tentang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dan perjudian.

    Kesembilan :
    Saya berpendapat mengenai pasal 30 dan pasal 31 bahwa jika ada seseorang yang dirugikan akibat ulah dari orang lain dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik miliknya dengan cara apa pun, maka sudah bisa menjadi indikasi awal adanya pelanggaran pasal 30 dan pasal 31. Dan serahkan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan dan tindakan hukum lainnya, jangan kita main hakim sendiri atau menjadi pencuri untuk mencari maling, berarti pula maling teriak maling. Kita harus mengajarkan kepada bangsa ini untuk menghormati hukum yang ada.

    Kesepuluh :
    Saya berpendapat bahwa Pasal 37 bermaksud untuk melindungi Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia oleh perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 yang sengaja dilakukan oleh setiap Orang. Ini sudah tepat karena sudah menjadi kewajiban Negara melindungi Rakyatnya. Mengenai penjabaran lebih lanjut Pasal 37 ini perlu diatur dalam PP.

    Demikian tanggapan saya, semoga dapat menjadi bahan diskusi.

    16-05-08 01:45
  • 74. Ronny

    Mas Prastowo, coba pelajari RPP Peran Pemerintah terkait dengan UU ITE. Banyak hal yang perlu dikritisi. Saya kira mas Prastowo memiliki banyak ide-ide untuk perbaikan RPP (Rencana Peraturan Pemerintah) yang terkait dengan UU ITE

    15-05-08 04:18
  • 73. prastowo

    Saya pikir ini bukan urusan ITE semata. Perudang-undangan lain juga mengalami hal serupa. Karena peraturan bersifat mengikat dan memaksa, pasti lah ada pihak yang tidak sedang dengan pemberlakuannya. PP Pengamanan Rokok, UU HAKI, dsb juga mengalami nasib serupa. Langkah-langkah yang diusulkan Mas Ronny pada dasarnya bersifat generik yang perlu diterapkan pada sosialisasi peraturan perundang-undangan kita yang lain.

    14-05-08 09:40
  • 72. Ronny

    Penegakan hukum dapat menjadi lemah, disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:

    Pertama :
    Peraturan yang ada masih memiliki banyak kekurangan, seperti kurang jelas, kurang lengkap, atau terjadi pertentangan antar peraturan. Terkait dengan UU ITE, kita masih menunggu Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksana. Kita berharap dengan Peraturan Pemerintah, hal-hal yang kurang jelas dan kurang lengkap dalam UU ITE dapat terjawab, sehingga implementasinya di lapangan tidak menimbulkan banyak masalah yang dapat merugikan masyarakat.

    Kedua :
    Lemahnya SDM dari aparat penegak hukum. Dalam konteks UU ITE, perlu segera disiapkan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk penguasaan materi teknologi informasi termasuk keamanannya, dan peraturan yang terkait dengan Teknologi Informasi. Ada pemahaman yang keliru dari sebagian aparat penegak hukum tentang Teknologi Informasi, yakni terlalu menganggap sistem keamanan berbasis komputer adalah luar biasa mampu memberikan jaminan keamanan 100%, padahal tidak ada keamanan 100%, peluang terjadinya kejahatan masih ada dari orang-orang yang memang berniat jahat dengan menggunakan kecerdasan yang dimiliki. Ketika suatu warnet menggunakan perangkat lunak untuk memblokir akses terhadap situs-situs porno, tidak ada jaminan keamanan 100%, tetap ada peluang ’kebocoran’ dalam pengaksesan atau penyebaran informasi pornografi.

    Ketiga :
    Minimnya pengetahuan masyarakat tentang hukum, sehingga ada oknum aparat penegak hukum yang memanfaatkan kondisi ini. Menurut pengamatan saya, ada kecenderungan yang timbul di masyarakat bahwa ketika suatu peraturan berlaku dengan sanksi yang berat, maka peraturan ini dominan dimanfaatkan oleh oknum aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan ’pemerasan’ dan memperoleh keuntungan pribadi. Misalnya, karena seorang pemilik warnet takut didenda 1 miliar rupiah atas tuduhan penyebaran informasi elektronik yang melanggar kesusilaan, maka dia bersedia membayar kepada oknum Polisi sejumlah uang, padahal apa yang dituduhkan belum tentu benar.

    Dari uraian di atas, bagi para pengelola warnet termasuk asosiasi/perkumpulan pengelola jasa warnet kiranya segera memikirkan langkah yang tepat untuk mendukung pelaksanaan UU ITE, sekaligus memikirkan langkah yang tepat untuk menghindari penyimpangan dalam pelaksanaan UU ITE terutama dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Dalam hal ini, para ahli di bidang teknologi informasi diharapkan dapat berperan serta.

    Usulan dari saya, diantaranya: (moga-moga cukup efektif)

    Pertama :
    Lakukan segera sosialisasi UU ITE secara efektif kepada para pemilik dan pengelola warnet, termasuk peningkatan pengetahuan hukum (tidak bermaksud untuk menjadikan sarjana hukum). Ini dapat dilakukan melalui seminar atau pertemuan berkala yang melibatkan praktisi dan akademisi dari bidang hukum, bidang teknologi informasi, juga melibatkan pemerintah dan aparat penegak hukum.

    Kedua :
    Lakukan kerjasama antara Pemerintah, Penegak Hukum, dan Asosiasi/perkumpulan warnet untuk mempersiapkan Prosedur Operasi Standar Pengelolaan Warnet. Prosedur Operasi Standar ini tentu berisikan diantaranya langkah atau upaya minimal yang dilakukan oleh pengelola warnet untuk mendukung penerapan UU ITE.

    Jika aparat kepolisian melakukan pemeriksaan (sweeping) ke suatu warnet, lalu ditemukan informasi pornografi di dalam harddisk dari suatu komputer, maka Polisi tidak boleh langsung melakukan penyitaan atau penangkapan, tetapi informasi pornografi di dalam harddisk hanya sebagai indikasi awal adanya kemungkinan pelanggaran terhadap pelaksanaan Prosedur Operasi Standar. Jadi, Polisi menfokuskan pada pelaksanaan Prosedur Operasi Standar. Jika memang pengelola warnet sudah melakukan Prosedur Operasi Standar dengan baik, meskipun masih ditemukan informasi pornografi di harddisk maka bukan pelanggaran hukum, karena memang tidak ada keamanan komputer dengan 100%, mungkin tersimpannya informasi pornografi di dalam harddisk adalah ulah dari virus yang dibuat oleh orang tertentu dalam rangka ingin merusak/menggangu usaha warnet di Indonesia dengan maksud dan tujuan tertentu.

    Dalam beberapa Pasal mengenai Perbuatan Dilarang dalam UU ITE, misalnya Pasal 27 ayat 1 tentang informasi elektronik yang melanggar kesusilaan, disitu ditekankan kata ’sengaja’. Pengelola warnet tidak boleh langsung dianggap melakukan pelanggaran terhadap penyebaran informasi yang melanggar kesusilaan hanya berdasarkan Polisi mendapati infomasi pornografi tersimpan di harddisk dari suatu komputer di warnet, tetapi harus meninjau apakah ada unsur kesengajaan. Untuk menilai adanya unsur ’kesengajaan’, Polisi dapat berpatokan pada pelaksanaan Prosedur Operasi Standar oleh pengelola warnet. Jika memang terbukti tidak ada pelanggaran Prosedur Operasi Standar maka dapat disimpulkan tidak ada unsur kesengajaan, berarti tidak ada pelanggaran hukum.

    Ketiga :
    Peran serta organisasi/perkumpulan penyelenggara jasa warnet sangat dibutuhkan, terlebih saat ini ketika UU ITE akan diterapkan, demikian pula para pemilik warnet sebaiknya menjadi anggota dari salah satu organisasi jasa warnet, apakah lewat AWARI, APJII, atau organisasi lainnya. Ketika kasus hukum menerpa suatu warnet, maka organisasi dimana warnet itu bernaung, sepatutnya secara proaktif memberikan bantuan misalnya berupa masukan bagi Hakim yang menangani masalah tentang ada/tidak ada pelanggaran terhadap Prosedur Operasi Standar. Jika ada pelanggaran, seberapa berat pelanggaran itu.

    Salam,
    Ronny, M.Kom, M.H
    e-mail : ronny_wuisan@yahoo.com

    14-05-08 05:28
  • 71. Bambang Prastowo

    Sampai sekarang, banyak orang berkomentar tentang uu ite secara global tanpa menunjukkan pasal-pasal dari ruu yang dikomentari. Komentar global semacam ini tidak hanya tidak menyelesaikan masalah tetapi justru hanya akan menjadi bahan bakar pemanas perselisihan. Kalau bisa sih, komentar itu merujuk pada wording pasal-pasal dalam undang-undang itu sebagaimana disampaikan psa Ronny (komentar 63)

    27-04-08 06:52
  • 70. a_hirman

    UUITE sebagai sarana untuk membatasi arus glalisasi yang semakin komplek oleh karena itu saya sangat setuju adanya UUITE

    22-04-08 09:54
  • 69. Khiva

    30T? Uang yg sangat besar. seharusnya pemerintah lebih bijak. RUU ITE tidak lah sepenting kehidupan indonesia pada saat ini.

    08-04-08 06:47
  • 68. Prastowo

    Sebentar, 30T itu biaya apa? gak mungkin lah biaya membuat UU sampai segitu besar.

    30-03-08 03:19
  • 67. joko

    RUU ITE kurang efektif, apalagi hingga meminta 30 T dari pemerintah

    28-03-08 06:16
  • 66. Prastowo

    RUU ITE sudah disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU.

    27-03-08 04:56
  • 65. Djojo

    Saya mintak pemerintah segera memblokir situs pencari google dan yahoo. sebab disitulah tempat mencari situs porno dan tempat awal melakukan kejahatan di internet

    26-03-08 08:32
  • 64. zulmira

    ass,aku suka dengan tulidan anda.bleh gk aku minta,pendapat para ahli tentang hukum internasional besrta nama-namanya,pleaaaaaaaas

    27-02-08 06:35
  • 63. Ronny

    Beberapa saran/pendapat mengenai RUU ITE :

    1. Belum tercantum dalam RUU ITE mengenai persyaratan minimum untuk keamanan sistem elektronik. Persyaratan ini perlu karena pemahaman tentang ‘aman’ atau ‘pengamanan’ bersifat luas dan dapat berbeda tiap orang atau penyelenggara sistem elektronik. Dalam sistem komputer, tidak ada 100% keamanan, lantas upaya pengamanan yang bagaimana dimaksudkan pada Pasal 14 ayat (1)? tingkat aman yang bagaimana diharapkan dalam pasal 17 ayat (2) ? Apakah ketika terdapat pihak tertentu tanpa hak menerobos sistem elektronik, kemudian dapatkah dikatakan penyelenggara sistem elektronik tidak mengupayakan pengamanan terhadap sistem elektronik yang diselenggarakan? Ini menjadi perdebatan yang panjang apabila dalam RUU ITE tidak mencantumkan secara jelas dan terang tentang persyaratan minimum pengamanan sistem elektronik.

    2. Bila RUU ITE menjadi UU ITE dan ingin dilaksanakan dengan baik, maka dibutuhkan lembaga sertifikasi atau lembaga standarisasi keamanan penyelenggaraan sistem elektronik untuk transaksi elektronik. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam menilai kelayakan penyelenggaraan sistem elektronik oleh Pemerintah atau Swasta. Lembaga ini juga bertugas untuk memberi bantuan teknis kepada instansi Pemerintah atau Swasta dalam penyediaaan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum keamanan, melakukan pengawasan, memberikan penyuluhan, dan tugas lainnya. Lembaga ini teramat penting karena salah satu inti utama dari RUU ITE adalah penyelenggaraan sistem elektronik yang aman, andal, dapat dipertanggungjawabkan.

    3. Dalam RUU ITE belum mengatur tentang larangan penggandaan, penyebaran secara ilegal agen elektronik atau perangkat lunak komputer yang digunakan dalam transaksi elektronik. Realitanya, banyak kasus-kasus penyebaran password, pengrusakan informasi elektronik, pengubahan informasi elektronik, pengrusakan sistem elektronik dikarenakan oleh penggandaan agen elektronik secara ilegal, lalu diubah kode atau perintahnya untuk tindak kejahatan, menjadi agen elektronik palsu untuk kemudian menggantikan agen elektronik asli, melaksanakan tugas penyamaran dan secara diam-diam agen elektronik palsu ini melakukan tindakan kejahatan.

    4. Pada Pasal 17 ayat (4) merupakan pasal yang harus dikaji ulang secara hati-hati. Pasal 17 ayat (3) sudah benar menjelaskan bahwa Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik yang diselenggarakannya. Sementara Pasal 17 ayat (4) menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 17 ayat (3) tidak berlaku apabila dapat dibuktikan terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan sehingga sistem elektronik tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Pendapat saya, penyelenggara sistem elektronik tetap harus bertanggungjawab terhadap sistem elektronik yang diselenggarakannya meskipun ada pihak tertentu yang membuat sistem elektronik tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Tanggungjawab yang saya maksudkan disini diantaranya harus mengupayakan kembali sistem elektronik beroperasi sebagaimana mestinya dan meningkatkan upaya pengamanan. Analoginya sebagai berikut: tugas Polisi Republik Indonesia adalah mengamankan Wilayah Republik Indonesia dari gangguan keamanan. Apakah ketika ada sekolompok penjahat menguasai suatu daerah lalu kemudian dapat dikatakan Kepolisian Republik Indonesia tidak bertanggung jawab? Tentu ini kesalahan besar, sepatutnya Kepolisian Republik Indonesia bertanggung jawab atas pemulihan keamanan. Jadi, bila Pasal 17 ayat (4) tidak direvisi maka dapat dipastikan UU ITE nantinya justru menjadi penghambat transaksi elektronik.

    5. Tindak kejahatan di bidang transaksi elektronik tidak hanya melibatkan orang-orang yang mengakses komputer atau sistem elektronik secara langsung. Tapi lebih dari itu, melibatkan beberapa orang atau organisasi dalam upaya turut membantu mungkin berupa dana atau fasilitas untuk melakukan kejahatan, turut memberi peluang terjadinya kejahatan transaksi elektronik, dan turut memanfaatkan hasil kejahatan itu. Jadi pendapat saya, dalam RUU ITE perlu dicantumkan pula sanksi pidana bagi barang siapa yang bekerjasama dalam melakukan tindak kejahatan transaksi elektronik.

    6. Setiap orang yang menggunakan tanda tangan elektronik maka keharusan untuk menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik, karena akan memberikan pengamanan terhadap transaksi elektronik. Oleh karena itu, pada Pasal 15 ayat (1) yang menjelaskan bahwa “Setiap orang dapat menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan elektronik yang dibuatnya”, kata ‘dapat’ sebaiknya dihilangkan atau diganti dengan kata ‘harus’.


    15 Januari 2008
    Penulis,

    Ronny, S.Kom, M.Kom, M.H
    e-mail : ronny_wuisan@yahoo.com

    15-01-08 12:31
  • 62. acar_jeruk@yahoo.com

    saya mau tanya judul yang tepat mengenai cybe crime buat skripsi,mohon bantuan nya ya

    28-12-07 08:44
  • 61. utut

    Saya ingin tau kira-kira bagaimana dengan kemungkinan adanya cyber notary di Indonesia. Saya mau tulis tesis tentang ini. Need help ..

    27-09-07 04:39
  • 60. Oskar bahar

    dari pada uang bandar disetorkan ke pihak pihak aparat keamanan di NKRI yang tercinta ini

    24-09-07 02:58
  • 59. Oskar bahar

    menurut saya judi online segera di syahkan undang undangnya karena yg bisa internet adalah orang yg mengerti teknologi dan menegah atas dan di kenakan pajak buat negara sebesar mungkin dan hasilnya pajak dimasukkan rekening pemerintah DEPSOS untuk mengelola fakir miskin . by Oskar bahar surabaya

    24-09-07 02:56
  • 58. pancara

    "... kita bisa menjerat orang yang komputernya kena virus yang mengakibatkan gangguan jaringan komputer bisa dijarat dengan pasal 'lalai' ..."

    SETUJU, pak...

    pernah menjadi korban 'kelalaian' orang lain


    10-08-07 05:26
  • 57. basink1074

    maaf ketinggalan..yang bisa digunakan penafsiran tersebut bukan spam melainkan virus dan tindakan hacking dimana tindakan tersebut pada intinya memasuki sistem komputer dan merusak data elektronik dalam komputer.

    08-08-07 06:41
  • 56. basink1074

    untuk pak pras, dalam KUHP sebenarnya belum ada pasal yang jelas untuk menjerat pelaku spam atau pelaku cyber crime lainnya. dalam aplikasinya para hakim di indonesia melakukan "penafsiran" dalam pasal-pasal KUHP. seperti contoh dalam kasus spam kita bisa menggunakan pasal tentang pencurian diman terdapat perluasan makna dalam kata "barang" dan "pekarangan" dimana barang tersebut ditafsirkan sebagai data elektronik dan pekarangan sebagai sistem komputer. tetapi sekali lagi itu tergantung pada penafsiran dan pemikiran hakim itu sendiri...

    08-08-07 06:36
  • 55. pras

    dalam membobol sistem keamanan mneurut informasi yang saya peroleh dintara keberuntungan juga harus menguasai bhs pemrograman salah satunya assembly benar atau tidak

    03-07-07 04:43
  • 54. hasan basri

    bagaimana membuat scriptnya membobol ATM

    21-06-07 04:38
  • 53. hasan basri

    bagaimana membuat scriptnya membobol ATM

    21-06-07 04:21
  • 52. Ferdinandus Setu

    Jika tak ada halangan, Agustus atau September 2007 ini, RUU ITE sudah bisa diundangkan.

    Saat ini RUU ITE sudah siap masuk Panitia Kerja, setelah sebelumnya Pansus RUU ITE DPR RI bersama Pemerintah telah selesai menbahas 287 DIM RUU ITE yang ada.

    NB: Saya adalah Sekretariat Pembahasan RUU ITE Departemen Komunikasi dan Informatika
    Bisa dihubungi di email nando@depkominfo.go.id

    18-06-07 01:55
  • 51. supertepe

    dari awal semseter sampai sekarang hampir akhir semester TA 2006/2007 kok belum ada perkembangan signifikan dari RUU ITE. Pak Pras, sebenarnya bagaimana peran dunia pendidikan mengingat dari dulu masukan dan desakan itu terus mengalir namun kok tidak terasa progressnya.

    07-06-07 01:15
  • 50. siti

    Ok, pak. Segera akan kubuat proposalnya, terima kasih.

    16-04-07 01:54
  • 49. prastowo

    Apakah ini Bu Siti yang di PPTIK? Kalau benar, saya usul topik "menjerat penyebar virus dan spam dengan KUHP" Coba cek pasal-pasal apa saja di KUHP yang bisa digunakan untuk menjebloskan penyebar virus dan spam ke penjaran. Mungkin perlu pula dipelajari "pengedar" spam dan virus. Kalau diibaratkan narkoba, pada virus dan spam juga ada pembuat, penyebar dan pengguna. Selain merusak komputer dan data sendiri, "pengguna" virus juga bisa mengakibatkan masalah pada pengguna komputer lain yang sejaringan dengan dia. Saya menduga kita bisa menjerat orang yang komputernya kena virus yang mengakibatkan gangguan jaringan komputer bisa dijarat dengan pasal "lalai".

    16-04-07 01:22
  • 48. sugeng utomo

    mb siti..... kalo saya punya usul judul skripsinya, tinjauan yuridis pemanfaatan bukti elektronik dalam pembuktian perkara cyber crime di pengadilan. bagaimana? Saya tertarik dg judul ini karena hal tsb msh menjadi slh interprestasi antara ahli hukum sendiri dan jg dg ahli IT. krn ahli hukum rata2 konservatif sdg ahli IT selalu advance.

    12-04-07 04:01
  • 47. siti

    maksud saya penyimpangan diluar kodifikasi

    12-04-07 03:53
  • 46. sugeng utomo

    Kalo UU ITE msh nggantung terus akan semakin luar biasa pengaruhnya terhadap mental bangsa ini terutama yang porno2 itu, harap semua lapisan masyarakat dan pakar hukum mendukung alat bukti elektronik dapat diakui secara legal di pengadilan, shg tujuan pembangunan sistem hukum nasional untuk melindungi dan menjaga ketertiban masy dapat tercapai.

    12-04-07 03:51
  • 45. siti

    Di RUU ITE ini saya lihat penyidiknya ada 2 PPNS dan dari kepolisian apakah ini merupakan trend UU saat ini yang merupakan penyimpangan dari KUHP. Saya lihat juga ada ketentuan perdatanya dan ketentuan pidananya. Terus terang saya baru lihat kali ini

    12-04-07 03:45
  • 44. siti

    diharapkan dalam setiap usulan RUU bukannya hukum dipengaruhi kepentingan politis tapi seharusnya politik dipengaruhi oleh adanya kepentingan hukum demi kepentingan masyarakat. Menurut saya sih sebaiknya RUU ITE ini segera disahkan. Karena setelah terjadi kasus hakim pun sulit mau menerapkan sanksinya, karena didalam KUHP adanya kejahatan-kejahatan konvensional. Sementara kejahatan internet bersifat virtual dan lintas batas. Akhirnya (dalam kasus ini carding) diputuskan seolah-olah pelaku kejahatan membuka paksa pintu rumah rumah dengan sebuah alat. Alat disini yang dimaksudkan adalah password.

    12-04-07 02:46
  • 43. siti

    diharapkan dalam setiap usulan RUU bukannya hukum dipengaruhi kepentingan politis tapi seharusnya politik dipengaruhi oleh adanya kepentingan hukum demi kepentingan masyarakat. Menurut saya sih sebaiknya RUU ITE ini segera disahkan. Karena setelah terjadi kasus hakim pun sulit mau menerapkan sanksinya, karena didalam KUHP adanya kejahatan-kejahatan konvensional. Sementara kejahatan internet bersifat virtual dan lintas batas. Akhirnya (dalam kasus ini carding) diputuskan seolah-olah pelaku kejahatan membuka paksa pintu rumah rumah dengan sebuah alat. Alat disini yang dimaksudkan adalah password.

    12-04-07 02:42
  • 42. siti

    Pak Pras minta bantuannya ya InsyaAllah saya mau skripsi tentang "cyber Crime" . Saya kesulitan menentukan judul.... Terimakasih sebelumnya

    12-04-07 02:42
  • 41. bwj

    hukum indonesia masih lemah...yang harus dibenahi adalah SDM mengenai hukum yang benar,adli dan tanpa pandang bulu.

    18-03-07 09:42
  • 40. basink1074

    mo nambahin comment sebenarnya RUU ITE ini merupakan gabungan dari dua RUU yaitu RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi dan RUU Transaksi elektronik yang dibuat atau diajukan oleh Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran. kemudian oleh pihak yang berkepentingan RUU tersebut digabung menjadi RUU ITE, masalah RUU tersebut Tipis atau terlalu umum. RUU ITE ini dirancang untuk menjadi RUU Payung (Umbrella Provisions) dimana RUU ini diharapkan akan menjadi Dasar/payung bagi lahirnya RUU yang lain. sehingga tidak hanya satu RUU yang mengatur dunia maya di Indonesia.
    poin penting pada RUU ini adalah diakuinya Dokumen Elektronik untuk menjadi alat bukti, dan adanya perluasan yuridiksi (pasal 2). dan tentunya adanya cyber law dalam dunia internet.

    08-03-07 02:11
  • 39. adamnuriman

    (Sory ketinggalan). Yang penting kita punya dulu kan, minimum requirement nya kan kita punya UU nya. soal menurut beberapa orang UU tsb blm sempurna ya nanti dikaji lagi pas perubahan. Kayak krs perubahan ya. Biar jelek yang penting punya dulu. Biar bagaimanapun lebih baik jelek tapi punya daripada bagus tapi ga punya. 50% of something is better than 100% of nothing.

    06-03-07 08:02
  • 38. adamnuriman

    Mo nambahin comment nyang kemaren. Kenapa sich ga disahkan aja. Ntar klo emang ada yang bermasalah sama hal2 dilapangan baru ditinjau lagi. Kelamaan kan?? Case based learning aja lahh... Ilmu fiqh kan juga gitu. Ya namanya peraturan kan pastinya di update terus mengikuti perkembangan jaman, ya ga sich. Mo sampai kapan bidang e-commerce kita berada dalam masa kegelapan dan kejahiliyahan?? Apa kurang lengkap ya status kita sebagai negara paling terbelakang, termiskin, dan dibilang penjahat IT terbesar sampai di blacklist segala. Malu dong, malu.....

    06-03-07 07:52
  • 37. Ian

    Salah satu urgensi adanya RUU ITE ini adalah untuk merumuskan autentikasi elektronik yang dapat dijadikan barang bukti elektronik di pengadilan. Maksudnya, selama ini autentikasi konvensional adalah dengan tanda tangan dan cap, nah, kalo pengen diubah dalam konsep digital pakai apa? Saya dengar, ini salah satu faktor penghambat disahkannya RUU ITE.

    01-03-07 10:37
  • 36. adamnuriman

    Akhirnya akan ada juga uu yang mengatur tentang IT. Seharusnya UU ini sudah dibuat dari dulu, sehingga kejadian-kejadian seperti carding tidak sampai marak di Indonesia yang akhirnya berujung pada di blacklist-nya Indonesia dari dunia e-commerce internasional. Yang selalu jadi masalah adalah apakah nantinya UU ini akan benar-benar dijalankan, atau hanya akan jadi seonggok kertas lembaran negara yang tersimpan di arsip nasional, sangat disayangkan. Akan tetapi kalau UU ini nantinya benar-benar dijalankan, saya yakin sedikit banyak kejahatan IT akan berkurang dan Indonesia akan segera bisa diterima di dunia e-commerce internasional. Soal isi dari RUU itu sendiri, setelah membacanya, saya rasa cukup bagus. Sudah banyak hal-hal yang diatur, misalnya soal hacking, cracking, bahkan carding.

    26-02-07 11:14
  • 35. wimkhan

    Saya mau nambahin soal nama domain. Pasal 23 ayat 2 bunyinya gini:

    Yang dimaksud dengan melanggar hak orang lain misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama orang terkenal, dan sejenisnya yang pada intinya merugikan orang lain.

    Komentar saya

    Wah, kalau nama orang sebaiknya harus hati-hati; cek dulu dengan nama pendaftarnya, kalau memang seseorang kebetulan punya nama yang persis sama dengan orang terkenal tapi dia lahirnya lebih dulu dari si orang tekenal itu trus gimana. Bukankah justru malah tidak adil kalau kita membela-bela nama besar si artis yang lahir belakangan. Ini salah satu contoh kasus saja. Mungkin masih banyak lagi yang lainnya.


    26-02-07 10:30
  • 34. cute_girl

    Menurut saya, di luar dari isi RUU ITE ini,hal lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara agar masyarakat bisa enjoy dan aman dalam menggunakan produk2 yang menggunakan ketentuan RUU ITE ini. dan bagaimana cara mensosialisasikan RUU ITE ini di kalangan masyarakat awam, dimana seperti yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat awam biasanya hanya mau menggunakan tanpa memperhatikan secara detail proses2 yang ada di dalamnya. nah, dari sini kita juga perlu memasukkan unsur etika ITE, agar orang2 yang merupakan penggerak dari ITE tersebut bisa dipercaya.
    thanks

    25-02-07 12:56
  • 33. chandra

    saya hanya berkomentar jika kelak RUU ITE ini akhirnya ada, akan bermanfaat bagi para pelaku transaksi elektronik ini dan bukan malah menyebabkan kesimpangsiuran, ingat undang-undang dibuat ubtuk mempermudah bukan untuk mempersulit atau membuat masalah baru, mari sama-sama mempermudah.!

    25-02-07 10:38
  • 32. tabrani

    saya tertarik dengan ungkapan saudara Aldo kontrol sosial seperti pengaruh id menjadi kontrol yang cukup efektif untuk mengontrol kegiatan dunia cyber

    25-02-07 09:41
  • 31. 4nt

    yang jelas
    UU harus dibuat untuk melindungi pengguna.
    bukan untuk mengekangnya, dan masyarakat harusnya sadar kalau internet itu seharusnya tidak boleh digunakan untuk kejahatan, masyarakat harus sadar kalau UU itu demi kepentinganmereka juga.
    jangan gara2 nila setitik, rusak susu segalon.
    masalah teknologi bisa diatur, tapi kalau moral belum tentu kenapa?!!.

    23-02-07 03:54
  • 30. apriez

    Menurut pendapat saya,setelah membaca RUU ITE:
    Memang yang dimaksudkan oleh pemerintah baik.
    Tapi apabila RUU itu nantinya dijadikan UU , mungkin kelak akan menemui permasalahan,karena belum begitu sempurna RUU ini.
    Menurut RUU ITE tersebut terdapat beberapa poin antara lain :
    Tentang ketentuan mengenai informasi dan dokumen elektronik, pembentukan lembaga sertifikasi elektronik,
    ketentuan tanda tangan elektronik,tata cara penyelenggaraan sistem elektronik,
    ketentuan nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama dan penyelenggaranya,
    serta ketentuan kejahatan elektronik (cyber crime) beserta peraturan pidananya.

    Namun menurut Rapin(Praktisi hukum ICT) dan saya sependapat dengan beliau,bahwa ada beberapa pasal yang seharusnya tidak diikutsertakan dalam RUU itu.
    Pasal-pasal itu yakni yang mengatur hal-hal seperti lembaga sertifikasi, nama domain, hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan hak pribadi,
    perbuatan yang dilarang, penyelesaian sengketa, peran pemerintah, peran masyarakat, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
    serta ketentuan pidana.

    Meski begitu,karena alasan urgensi,maka sebaiknya ITE agar segera diundangkan mengingat dalam dua tahun terakhir,
    transaksi elektronik dari kartu kredit Indonesia selalu ditolak dalam komunitas e-commerce dunia sehingga kehilangan potensi pendapatan miliaran dolar AS.
    Uni Eropa juga telah merekomendasikan untuk tidak melakukan transaksi elektronik ke negara yang belum memiliki perundangan di bidang teknologi informasi,
    termasuk Indonesia. Jadi rugi besar jika kita tidak segera mengundangkan ITE.

    Selain itu, Indonesia juga berpotensi mendapat sanksi pemblokiran jalur routing Internet dari komunitas Internet global
    akibat belum adanya UU bidang teknologi informasi di tengah tingginya kejahatan dunia maya.

    Dalam rancangan undang-undang tersebut, selain akan diatur masalah transaksi online juga mengenai larangan pornografi,
    judi online, dan tata cara penyimpanan dokumen elektronik. Saya berharap RUU tersebut juga mampu meningkatkan citra Indonesia dalam komunitas Internet global.
    Trims...

    21-02-07 08:39
  • 29. egik

    Sekarang ini, banyak sekali terjadi pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik. Pelanggaran hukum di dunia maya ini merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, mengingat berbagai tindakan, seperti carding, hacking, cracking, phising, viruses, cybersquating, pornografi, perjudian (online gambling), transnasional crime yang memanfaatkan informasi teknologi sebagai 'tool' telah menjadi bagian dari aktivitas pelaku kejahatan internet.
    Oleh karena itu, saya menganggap bahwa UU ITE memang sungguh benar-benar mutlak dibutuhkan.
    Indonesia pada saat ini mulai berkembang menjadi salah satu negara yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien, namun sangat disayangkan indonesia belum memiliki undang-undang cyber.
    Semoga UU tentang ITE ini akan memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat sehingga masyarakat merasa mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik,masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi terlindungi, dan kejahatan berbasis teknologi informasi dapat dicegah.

    20-02-07 02:37
  • 28. prastowo

    Buat Hatma_s, copy paste kode validasi sering tidak langsung OK karena kadang membawa spasi. Pastikan spasinya tidak ikut tercopy pastekan.

    20-02-07 09:21
  • 27. widihandoyo

    Ehmm...RUU ini setidaknya merupakan salah satu langkah dan itikad baik pemerintah indonesia, setidaknya negara ini sudah mulai memperhatikan yang namanya IT, walaupun secara substansial belum begitu baik, dari isi maupun pelaksanaannya kelak (ya klo bisa dilaksanakan ) Namanya juga bangsa yang baru belajar, ya masih step by step, klo langsung dibandingkan dengan bangsa lain yang sudah lebih dulu mapan di bidang IT ya jelas RUU ini masih belum ada apa-apanya, la wong beli beras aja masih pada antree di pasar, apalagi miikirin IT, boro-boro....Negara ini sepertinya masih memikirkan perut, bukan yang lainnya...duh...malangnya anak IT hidup di negeri yang masih memikirkan perut....(maap agak melenceng dari topik)...tapi btw, Viva Dunia IT Indonesia, Viva Opensource dan Legalitas IT Indonesia, Viva Ilmu Komputer UGM, Viva Widihandoyo(Hehehe narsisi kalee ya)...Viva Indonesia

    20-02-07 06:15
  • 26. kudzi

    Menurut saya RUU ini perlu menjelaskah secara lebih rinci lagi, sehingga tidak terjadi bahasa yang membingungkan. misalkan seperti pada pasal 29 terdapat kalimat "batas wewenangnya" batas wewenang yang seperti apa sehingga seseorang dianggap telah melewati batas, dan dilihat dari sisi mana ?? regulator atau pengguna ??, sehingga jelas mana batas antara regulator dan pengguna, bisa saja kan batas regulator tidak terbatas sehingga "bisa" mendapatkan semua informasi yang ada. seperti di film enemy of the state... dimana pihak regulator dalam hal ini NSA-nya amerika menggunakan semua cara untuk mendapatkan informasi dari sang pemain utama film tersebut.

    19-02-07 10:01
  • 25. hatma_s

    perlukah agar RUU tersebut mensyaratkan penggunaan software open source dalam transaksi elektronik yang berlaku? pendapat Roesmanto diatas dilandasi akan pertimbangan keamanan sistem. kalau ada kesalahan bisa ketahuan salahnya di mana, dan kodenya bisa dilacak.
    http://www.depkominfo.go.id/portal/?act=detail&mod=artikel_aptel&view=1&id=BRT061115172901

    saya tidak sependapat dengan beliau. penerapannya di indonesia saat ini bakalan susah. kalau untuk alasan keamanan, lebih baik kalo kinerja Lembaga sertifikasi keandalan (trustmark) itu menjadi fokus utama, sehingga sistem yang digunakan dalam transaksi elektronik benar-benar layak luar-dalam..
    NB: kalo kinerjanya memble, bakal berabe tuh. bisa mencoreng nama bangsa. jadi prnya : bagaimana membuat lembaga sertifikasi keandalan yang baik dan benar.. rajin dan suka menabung. Lho ???

    19-02-07 07:49
  • 24. hatma_s

    Huaaaaa.....
    kok postinganku hari jumat malam kmaren gak nongol-nongol juga
    apa gara-gara permasalahan yang sama dengan 4nt : sekedar bertanya: kalau saya posting, kok tidak muncul2 hasilnya jika kode otentifikasi(yang disebelah kiri tombol send) itu ada huruf abjadnya?.....
    perasaan kemaren udah mantep-mantep klik SEND dan kodenya di kopi paste
    ya sudah, cari opini lagi. yang kemaren dah lupa...
    hiks..hiks

    19-02-07 07:28
  • 23. prastowo

    Sangat bolehjadi tidak cocok huruf besar kecilnya.

    19-02-07 05:32
  • 22. 4nt

    maaf tadi posting dua kali
    setelah baca RUUnya lebih lengkap, kata "melampaui batas wewenangnya" itu menurut IT atau masyarakat? seharusnya itu lebih dideskripsikan maksudnya. kalau menurut IT kan privilege sistem.
    misalnya ada sistem yang memiliki celah keamanan(previlege folder atau file misalnya), berarti kita tidak salah jika kita mengaksesnya, walaupun file itu sifatnya rahasia.
    di pasal lain disebutkan jika kita tidak boleh mengedarkan/mempublikasikannya, tetapi bolehkan kita beri tahu cara mendapatkannya?

    sekedar bertanya: kalau saya posting, kok tidak muncul2 hasilnya jika kode otentifikasi(yang disebelah kiri tombol send) itu ada huruf abjadnya?

    19-02-07 03:26
  • 21. yank

    Sebenarnya itu semua kembali ke masyarakatnya.
    harusnya pola pikir bangsa ini yang dirubah. jangan hanya bisa menjadi perusak dan menyalahgunakan teknologi.
    mengenai RUU ITE,
    sepertinya para penegak hukum belum terlalu siap untuk melaksanakannya, jadi akan sangat sulit melacak pelaku, Internet itu kan dunia maya, bisa saja kita melakukan sesuatu dengan mengatas namakan pihak lain.
    tapi mudah2an dengan adanya RUU ini, akan membuka lapangan kerja baru bagi mahasiswa Ilkom, mungkin saja anak Ilkom jadi polisi/intelegence

    19-02-07 03:03
  • 20. 4nt

    dari segi teknis
    signature disimpan dalam software, kalau software(OS) diinstall ulang signature akan terhapus. jadi signature harus disimpan dalam chip tersendiri pada hardware2 terbaru dengan OS minimal Vista(di Indonesia dominan bajakan).
    kesimpulannya: RUU ITE akan sangat sulit diterapkan di Indonesia, karena buktinya terlalu abstrak. dan kalaupun bisa akan menjadi muasal pelanggaran UU yang lain(HAKI).

    19-02-07 02:56
  • 19. ardi SW

    mengingat jml pdd 207 jt , 2% nya adalah pengguna internet, maka harus dilindungi, sebagai contoh kita sering menjumpai berbagai masalah saat kita menggunakan internet (walo kadang tidak kita sadari) seperti spyware, junk email, boot computer, virtual proxy, ilegal email relay, yang pada RUU ITE diatur pasal 33 ,34.
    Peran tatakelola oleh masyarakat pada pasal 44 terlihat masih sekedar koordinasi, konsultasi dan mediasi. hal ini sangat membatasi gerak lembaga yang dibentuk masyarakat untuk mendapatkan bukti-bukti pelanggaran thd ruu ite. Ibarat maju perang tapi ngga punya peluru. Alangkah baiknya masyarakat memiliki wewenang seperti pada pasal 47 ayat 2.

    19-02-07 02:37
  • 18. wanny

    walaupun RUU ITE sudah mulai disosialisasikan sjk thn 2006, tetapi sampai saat ini 'keberadaan data elektronik sbg alat bukti masih dipertanyakan'. dalam praktek pengadilan Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai bukti masih sangat minim, hal ini dikarenakan adanya pendapat terhadap dokumen elektronik yang rentan berubah, maupun keengganan aparat hukum untuk melakukan adaptasi & optimasi pemanfaatan TI.
    kedua hal tsb tidak perlu ada jika dipahami bahwa esensi dari transaksi elektronik adalah sepanjang para pihak yang terlibat transaksi tidak keberatan dengan segala prasyarat dalam transaksi tsb, sehingga bukti transaksi yang ada dapat disejajarkan dengan dokumen konvensional.

    merujuk pada RUU ITE yang telah dirumuskan, secara garis besar sudah mencakup jaminan transaksi & dokumen elektronik serta klasifikasi tindakan pidananya. hanya saja menurut menurut saya ada yang perlu dicermati pada bab informasi elektronik pasal (4) mengenai hal transaksi yg electronic doc. - nya tidak diakui keabsahannya, sbg satu contoh misalnya dokumen mengenai hak kepemilikan.

    hal ini tentunya bertentangan dengan hal yang melandasi RUU ITE yang salah satu intinya 'pemanfaatan TI mempunyai peranan penting dlm meningkatkan perekonomian..'

    jika yang dikhawatirkan adalah keamanan/valididitas transfer informasi maka secara umum ada 2 hal yang utama diantisipasi:
    1) identification integrity; identitas pengirim yang dapat dikuatkan lewat digital signature.
    2)message integrity; apakah pesan yg dikirim benar – benar diterima oleh pihak yang dikehendaki (intended recipient). berkaitan ini, konsumen punya kekhawatiran dalam hal 'identity theft'/'missue information' dari data pihak konsumen terhadap perusahaan.
    kedua hal ini secara garis besar telah tercakup/diatur pada pasal lainnya.
    jadi yang utama adalah keberadaan seluruh pihak terkait untuk memahami secara baik esensi dari hal informasi dan transaksi elektronik. sehingga semuanya didudukkan pada hukum yg semestinya.

    Ref

    Danan Mursito, dkk; Prog. Study Master Teknologi Informasi Universitas Indonesia; Judul:“Pendekatan hukum untuk keamanan dunia cyber serta urgensi cyber law bagi indonesia”;

    ICT Watch website, Judul: Elektronik sebagai alat bukti masih dipertanyakan, Penulis: Rapin Mudiardjo, S. H.

    19-02-07 01:58
  • 17. GNR

    Berikut adalah kesan-kesan pertama setelah membaca RUU ini:

    RUU ini mensahkan sebuah akad atau perjanjian jika dilakukan melalui media elektronik. Walaupun demikian, saya melihat hal ini sedikit banyak sudah berlangsung tanpa adanya RUU ini.
    Sebagian besar pasal dalam RUU ini berfungsi untuk mengatur Infrastruktur Kunci Publik (Public Key Infrastructure/PKI).
    RUU ini mengatur bahwa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (Certificate Authority/CA) harus beroperasi di Indonesia. Saya melihat ini merupakan peluang bagi perusahaan yang berbasis di Indonesia. Certificate Authority dari luar negeri yang sudah terlebih dahulu terkenal seperti Verisign dan GeoTrust memang menurut saya tidak memiliki cukup informasi untuk melakukan verifikasi terhadap identitas seseorang di dalam Indonesia. Walaupun demikian, saat ini belum ada perangkat lunak yang mempercayai CA untuk umum yang berasal dari Indonesia secara default.
    Setelah membaca pasal 16, kesan saya adalah bahwa RUU ini mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman dengan sempurna. Apakah mengoperasikan web server yang memiliki celah keamanan nantinya akan melanggar undang-undang?
    RUU ini melarang penyebaran pornografi.
    Aksi membobol sistem pihak lain (cracking) kini dilarang secara eksplisit. RUU ini menitikberatkan kepada sistem-sistem milik pemerintah dan sistem-sistem pertahanan Negara. Sedangkan untuk sistem bukan milik pemerintah mungkin hanya diatur pada Pasal 27 ayat 1. Namun, sisa pasal yang mengatur hal ini hanya berhubungan dengan sistem-sistem milik Negara dan perbankan. Saya tidak melihat mengapa informasi milik Negara perlu mendapatkan perlakukan khusus, sedangkan banyak sistem milik publik yang tidak kalah pentingnya, sebagai contoh: router backbone atau server DNS ccTLD id.
    RUU ini masih belum membahas masalah spamming.

    19-02-07 01:48
  • 16. eryanta

    saya menyambut baik dengan adanya RUU ITE ini walaupun belum disahkan menjadi UU ITE karena masih banyak materi di dalamnya yang harus dikaji ulang lagi agar dapat difungsikan dengan optimal nantinya. Namun demikian, selain UU ITE yang bagus, aparat penegak hukum yang berkompeten di bidang ITE juga harus disiapkan oleh Pemerintah agar UU ini tidak mubasir begitu saja. masalah pengkajiannya saya serahkan kepada Pemerintah beserta para pakar IT yang telah berpengalaman di bidang ITE.

    masalah RUU ITE ini idealnya dibagi menjadi beberapa RUU yang lebih spesifik lagi menurut saya sah-sah saja, asal antar UUnya nanti dapat saling mendukung dan tidak berpotensi terjadi benturan.

    misalnya RUU ITE ini nanti disahkan menjadi UU ITE, mungkin akan lebih efektif jika pemerintah membentuk suatu lembaga yang khusus bertugas di bidang ITE untuk mengawasi, meng-audit, menerima pengaduan atas segala kegiatan ITE di Indonesia, dan jika seseorang atau suatu badan atau organisasi terlibat dalam pelanggaran UU ITE, lembaga ini dapat mengajukannya ke pengadilan.

    19-02-07 10:27
  • 15. raltz

    Dari apa yang sudah saya baca, RUU ITE ini terutama pasal-pasal yang berkaitan denagn transaksi elektronik sudah sedikit banyak mencakup hal-hal yang dapat dijadikan regulasi dalam pelaksanaan transaksi elektronik (e-commerce). Mudah-mudahan dengan disahkannya RUU ini citra Indonesia di mata dunia cyber bisa membaik mengingat banyak situs dan negara yang masih mem-ban transaksi dari Indonesia gara-gara Indonesia dicap sebagai negara carder.

    Tapi saya lebih setuju dengan pendapat Pak Pras agar RUU ini dipisah menjadi 2 RUU. Salah satu RUU tersebut mengatur tentang transaksi elektronik, tandatangan elektronik, dan sertifikasi elektronik. RUU ini kalau disahkan nantinya bisa menjadi jaminan dan landasan hukum pelaksanaan e-commerce di Insonesia. Sedangkan RUU yang lain mengatur tentang nama domain, HAKI, perlindungan hak pribadi (privasi), dan masalah cybercrime seperti cracking, carding, phising, dan spamming (kalau spam bisa dianggap sebagai kejahatan). Mungkin nantinya RUU ini bisa dibuat menjadi KUHC (Kitab Undang-Undang Hukum Cyber ^_^). Paling tidak kalau disahkan UU ini bisa jadi landasan bagi aparat untuk menegakkan Cyberlaw di Indonesia.

    Kalau masalah pornografi (pasal 26) saya lebih memilih untuk dimasukkan ke dalam RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi karena definisi material mana yang termasuk kategori pornografi dan mana yang tidak, akan lebih jelas tercantum dalam RUU APP. Di RUU ITE sendiri saya tidak melihat ada definisi yang jelas mengenai hal ini.

    18-02-07 10:07
  • 14. prastowo

    Kalau ada yang bisa menemukan barangkali ada naskah revisi lebih baru dari yang 2005, tolong ditayangkan di sini. Koleksi saya ada di http://prastowo.staff.ugm.ac.id/files/

    18-02-07 03:07
  • 13. ajisetiabudi

    Sayang sekali, saya hanya mendapatkan RUU th 2005. Soalnya situs depkominfo susah diakses.
    Yang mengganjal di pemikiran saya adalah BAB nama domain. Karena untuk TLD (top level domain ) seperti .com, .org, bisa dibeli dari berbagai reseller domain (misal directi.com). Jadi pihak Indonesia HANYA bisa menggugat yang menurut mereka (domain reseller) memang salah. Seperti praktek phising. Beda lagi kalau domain .id yang saat ini dikelola oleh Depkominfo, yang memang membutuhkan prosedur pendaftaran yang ketat, khususnya .co.id .

    18-02-07 02:02
  • 12. prastowo

    Dibanding undang-undang lain pada umumnya, RUU UTE relatif sangat tipis.

    18-02-07 09:14
  • 11. bieb

    Waduh, undang-undangnya panjang banget ya.. Bingung bacanya. Yang jelas saya setuju dengan adanya undang-undang ini. Saya kira pemerintah perlu mengumpulkan para pakar-pakar IT untuk mengevaluasi kembali rancangan undang-undang tersebut. Karena mereka mungkin lebih tahu tentang masalah-masalah yang sering muncul dalam dunia IT. Kalo bisa, mancakup semua bidang IT. Semoga dengan adanya undang-undang ini, perkembangan dunia IT di Indonesia dapat lebih baik dan nyaman.

    18-02-07 08:28
  • 10. wid

    Males bacanya, bahasa orang2 politik susah dimengerti.
    Siapa yang nantinya punya kewenangan dalam mengurusi masalah ini ? Depkominfo-kah? Nampaknya sampai saat ini kok saya tidak melihat kegunaan depkominfo ya dalam bidang teknologi informasi (kecuali dalam hal "iklan layanan masyarakat"). Saya kok tidak yakin undang-undang ini nantinya akan bermanfaat ya.



    17-02-07 07:03
  • 9. dimasdewandaru

    Berkaitan dengan kuliah Audit TI,terdapat pasal pada RUU ITE yang mengatur tentang lembaga sertifikasi keandalan (trustmark),yaitu lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan sertifikat keandalan atas pelaku usaha dan produk berkaitan dengan kegiatan perdagangan elektronik. Pada bagian penjelasan pasal tersebut
    disebutkan bahwa suatu pihak dapat melakukan traksaksi setelah mendapat penilaian dan audit dari suatu badan yang berwenang.Bukti yang telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada home page pelaku usaha tersebut. Dalam hal ini saya melihat bahwa Audit TI telah menjadi bagian dari RUU ITE.
    Di lain kasus RUU ITE belum secara jelas memasukkan masalah pembajakan dan kepemilikan software,hal ini hanya tertuang secara eksplisit dalam pasal 24,dapat dilihat dalam penjelasan RUU ITE Pasal 24 disebutkan bahwa"Program komputer sebagai bagian penting dari sistem teknologi informasi mendapat pengaturan dalam undang-undang ini. Program komputer yang dilindungi tersebut tidak hanya mencakup program-program komputer yang telah dipublikasikan tetapi juga mencakup program-program yang masih berbentuk rumusan awal ataupun berupa kode-kode tertentu yang bersifat rahasia seperti halnya personal identification number (PIN). Undang-undang ini juga melindungi kompilasi data atau materi lain yang dapat dibaca yang karena seleksi dan penyusunan isinya merupakan karya intelektual."
    Saya rasa pasal diatas masih kurang luas pembahasannya………

    17-02-07 04:58
  • 8. prastowo

    Saya semakin yakin bahwa yang dimaksud dengan Informasi dan Transaksi Elektronik adalah gabungan dari Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Nama domain, material digital pornografi, haki, dan privasi masuk dalam Informasi Elektronika sedangkan e-commerce, tandatangan digital dan sebagainya masuk dalam transaksi elektronik. Sangat boleh jadi perlu dipisahkan menjadi 2 peraturan perundang-undangan yang berbeda. Coba lebih spesifik merujuk ke pasal-pasalnya, saya berencana akan mailkan ke depkominfo rangkuman pendapat teman-teman ini.

    17-02-07 10:21
  • 7. wimkhan

    Sepertinya Indonesia memang butuh yang namanya UU ITE. tapi pas aku lihat RUUnya kemarin, kayaknya ada beberapa yang mengganjal; misalnya, tentang tanda tangan elektronik, trus masalah pengaduan dari pihak2 yang dirugikan dengan adanya situs2 dan sejenisnya yang merugikan, trus tentang kebebasan berekspresi di internet. saya lupa pasalnya tapi ntar kalau udah lihat lagi mungkin akan saya kabari.
    Terkait soal tanda tangan elektronik, saya berpendapat agar teknis dan format tanda tangan tersebut ditangani oleh orang yang ahli dalm bisang kriptografi di Indonesia, misalnya pak Romi Satria Wahonmo. trua pak Romi ini jangan sampai bekerja asendirian, kalau bisa ada semacam lembaga yang menaungi tempat dimana dia bkerja. yang penting juga, rumus dibalik kriptografi ini mending diopensource kan saja. soalnya lebih bagus kalau terbuka. so, kalau ada komplain, bisa dicek rame-rame. menyoal pasal tantang pengaduan pihak-pihak yang merasa dirugikan kayaknya kabur banghet. masalahnya, orang Indonesia yang menjadi pengusaha situs-situs porno itu banyak, nah dengan adanya pasal ini saya rasa pengusaha-pengusaha itu bakal ada peluang untuk digugat ke pengadilan (setuju banget deh, asal gak anarkis). Terakhir ada pasal yang ngomongin soal kebebasan berekspresi. membaca pasal ini saya jadi khawatir, kalau seandainya memang benar-benar bebas, wah ntar banyak orang indonesia yang bikin blog jorok-jorok (isinya cabul, dsb) jadi kebal pengaduan dong. wah kalau seperti ini tambah repot. kesimpulan sementara; RUU ITE belum membahas semua elemen yang terjadi di dunia ITE yang sepatutnya harus dimasukkan. contoh kasusnya; ya Blog itu tadi. jangan sampai Blog dibiarkan merejalela, kalau bagus sih g pp, tapi kalau cabul mending dan berisi ajakan-ajakan subversif mending langsung disikat aja. Sepeti itulah dari saya. Wassalammu'alaikum wr. wb.

    17-02-07 09:46
  • 6. aldomination

    yah.... buat sekedar legitimasi n adanya pengaturan dari pemerintah.... cukup bagus lah. Tapi emang dunia internet kagak mungkin bisa diatur 100%, terutama dengan peraturan2 resmi pemerintah (ni dunia tanpa batas) Bahkan sampai ada yang mengatakan "Tidak ada Tuhan di dunia maya" (gak bener juga, karena kontrol sosial, pengaruh id, justru yang menjadi pengatur dan pengikat utama di internet)

    17-02-07 02:57
  • 5. Bary

    Antara judul dan isi tidak relevan. Dalam RUU tersebut, terdapat BAB yang mengatur tentang nama domain, HAKI dan perlindungan hak pribadi (privasi). Yang lebih tidak relevan lagi adalah pasal yang mengatur mengenai pornografi dan pornoaksi. Dalam RUU tersebut juga terdapat BAB yang mengatur mengenai peran pemerintah dan masyarakat dimana seharusnya BAB-BAB tersebut di atas tidak perlu dicantumkan dalam RUU ITE.

    16-02-07 09:51
  • 4. ckusumadewa

    Saya rasa yang ditulis oleh mas ian juga beralasan, pasalnya saya rasa masyarakat kita belum terlalu begitu percaya kepada internet, apalagi e-comerce. Banyak masyarakat kita yang kurang yakin bahwa transaksi elektronik dengan internet seperti e-comerce bisa juga menjadi transaksi yang aman dan tentu saja akan lebih jelas dasar dan landasan hukumnya jika ruu ITE bisa segera disahkan, mudah2an.......

    15-02-07 01:10
  • 3. ian

    Soal transaksi elektonik, agaknya masayarkat kita belum terbudaya dengan hal ini. Misalnya E-commerce di Indonesia belum terlalu laku. Atau kemarin ada berita, PNS di suatu daerah protes karena pembayaran gajinya lewat ATM. Mereka lebih 'enjoy' yang manual.

    15-02-07 10:55
  • 2. prastowo

    Kalau dicermati, "informasi dan transaksi elektronik" dapat diurai menjadi "informasi elektronik" dan "transaksi elektronik." Karena itu wajar saja kalau di dalamnya memuat hal-hal yang berkaitan dengan digital material.

    15-02-07 10:29
  • 1. danangm

    Saya rasa ide awal dari munculnya RUU ITE ini adalah karena belum adanya aturan dan status hukum yang jelas mengenai Transaksi Elektronik. Dapat dilihat beberapa tahun lalu, sesorang bisa begitu mudah (tanpa merasa berdosa) menguras uang orang lain untuk berbelanja online, dan menurut beberapa sumber ternyata kota pelajar (jogja) menjadi juara dalam lomba cyber crime ini, yang kemudian berbuntut ditolaknya segala macam transaksi elektronik (e-Commerce) dari Indonesia.

    Menurut saya kalo dilihat dari judulnya saja ”Informasi dan Transaksi Elektronik” pada awalnya saya pikir didalamnya hanya memuat hal-hal mengenai transaksi elektronik dan hal-hal yang menyangkut dengannya, tapi setelah dicermati ternyata terdapat beberapa hal seperti pada BAB VI mengenai nama domain dan HKI, dan Perbuatan yang dilarang pada pasal 26 mengenai Pornografi. Saya pikir pasal-pasal ini menjadi tidak sesuai dengan Judul dari RUU tersebut, mungkin alasannya adalah beberapa kasus yang berhubungan dengan hal-hal tersebut seperti beredarnya gambar2 “panas” di internet dan kasus penipuan domain seperti Kilk BCA yang terkesan lambat penyelesaiannya. Mungkin pasal-pasal tersebut alangkah baiknya jika ada dalam RUU lain yang lebih sesuai atau mungkin dengan mengubah judul RUU tersebut agar menjadi lebih Umum dan sesuai dengan isinya.

    Satu permasalahan saya temukan ketika mencermati pasal 12 dan pasal 15 ayat 3. Seandainya database dari pembuat digital signature tersebut dibobol dan mengakibatkan kerugian dari klien maka sesuai dengan pasal tersebut akan muncul pertanyaan siapakah yang akan bertanggung jawab? pihak pembuat digital signature atau klien? Beberapa hal yang lain adalah perlu adanya perlindungan yang sama terhadap Operator Telekomunikasi (pasal 31-33) dimana mereka juga ikut berperan dalam Transaksi Elektronik dikaitkan dengan adanya sistem sms Banking dan hal-hal lain. Terimakasih

    14-02-07 11:04